Sabtu, 14 Januari 2012

Cerpen Siswa SMK N 6 Yogyakarta I (KKN 2010)


 
Cerpen Pertama
Kado Terakhir Ka’ Rendy

Hari ini matahari seakan memanggang kulit… Membuat kerongkongan terasa kering. Sementara di kelas Dhita mulai gelisah… Diambilnya sebuah buku dan dikipas-kipaskanya….
”Ukh, panas banget ceh?! kok ga kelar-kelar ne mapel…”
“He’em mana laper lagi!tambah Siska.
Tiba-tiba hp Ditha bergetar, diterimanya sebuah short message dari kaRendi.
Chayank, ka jemput yaka tunggu di gerbang….
Rasa panas terasa hilang sekejap, dibalasnya pesan itu dengan singkat.
Ya …
Waktu 10 menit terasa  begitu lambat, padahal Dhita udah gak sabar pengen ketemu ka’Rendi. (Dhita adalah seorang siswi SMAN 1 Yogyakarta. Sedangkan ka’ Rendi adalah seorang mahasiswa jurusan Teknik Informatika di sebuah universitas ternama di Yogyakarta). Wajar, bila Dhita tak sabar pengen bertemu ka’ Rendi. Mereka tidak ketemu 2 minggu karena ka’ Rendi ujian.
Akhirnya bel pun berbunyi, para siswa berhamburan keluar kelas. Dhita membereskan bukunya, lalu diraihnya tas berwarna biru.
“Dhit,q pulang duluan ya! Ka’ Dion dah jemput nech.”
” Ea, ati-ati di jalan. Salam aja buat ka’ Dion, kata Dhita.
Dhita bergegas menuju gerbang sekolah, matanya langsung tertuju pada sosok pria berkaos hitam yang tengah duduk di sebuah motor, dia menyambut kedatangan Dhita dengan senyum manisnya. Lalu Dhita meraih tangan Rendi dan mencium tangannya.
“Kok mukanya kusut banget …..?!”
“He’em panas banget ka’! Mana tadi mapel terakhir matematika lagi! Ukh, tambah puanazzz!!!”
Rendi tersenyum, melihat gadis pujaannya cemberut sambil menggerutu. Lalu dibelainya rambut Dhita yang hitam panjang itu.
“Ukh… kacian Cyankku, ea udah nanti kita mampir di Strawberry Cafe.”
Lalu mereka langsung tancap gas. Sesampainya di sana Rendi langsung memesan ice cream dan makan siang.
“Ka Rendi, Dhita ke belakang dulu yach. Mau shalat dhuhur dulu. Kaka udah shalat?
“Udah kok tadi. Ya udah shalat dulu, nanti kaka tunggu di meja no. 15 ya!?
Setelah shalat, mereka langsung makan siang.
Tepat pukul 16.00 Rendi mengantar Dhita pulang ke rumah. Mereka berhenti di sebuah rumah bercat biru.
“Kaka anter nyampe sini aja ya. Kaka dah ditunggu Mama di rumah. Sampein aja salam kaka buat papa dan mama.
“Ea, nanti tak sampein.
Rendi pamit, Dhita mencium tangan Rendi. Lalu ia bergegas pulang.
Sesampainya di rumah, Dhita langsung menceritakan semuanya kepada papa dan mama. Memang kedua orang tua Dhita telah mengetahui hubungan putrinya dengan Rendi. Tapi mereka tak menghalanginya. Rendi seorang pria yg baik, bertanggung jawab dan sopan. Setiap kali mengajak Dhita pergi, ia selalu meminta izin kepada orang tua Dhita.
***
Tiga minggu lagi Dhita UNAS, Rendi terus memberi support untuk pujaan hatinya itu. Sesuai kesepakatan bersama, mereka sepakat untuk tidak bertemu dulu sampai Dhita menyelesaikan UNAS-nya. Tiap hari mereka hanya sms-an, sesekali Rendi menelpon Dhita untuk menanyakan kabarnya.
Di suatu pagi yang cerah, Dhita mendapatkan sebuah short message dari Ka’Rendi.
Pagi cayankq…Good LUCK ya!
Pokoknya Dhita harus lulus, jangan kecewakan Kaka …
Jam menunjukan pukul 06.00. Dhita langsung sarapan dan bergegas menuju ke sekolah, Dhita mulai menjalani hari baru tanpa Ka’Rendi.
“Aku harus lulus. Aku gak mau kecewain papa, mama dan ka’ Rendi …”
***
Dua minggu akhirnya terlewati.
Empat hari ke depan Dhita akan menghadapi hari-hari yang akan menentukan hasil belajarnya selama tiga tahun ini. Sementara itu, Rendi terbaring lemah di  Happy Land Hospital.
Kepala Rendi terasa mau pecah. Sesekali ia berteriak histeris karena tak mampu menahan sakit. Setelah dua hari dirawat, dokter memvonis Rendi menderita tumor ganas di kepalanya. Rendi sangat shok. Begitu pula kedua Orang tuanya. Namun, mereka tak mau larut dalam kesedihan. Mereka bangkit untuk memberikan support untuk putra tercintanya.
“Cayank, kamu gak usah khawatir. Papa dan mama akan usahain supaya kamu bisa sembuh. Berapapun biayanya!
“Pa, Ma…janji ya?! Gak akan kasih tau siapa pun tentang keadaan Rendi sekarang .terutama Dhita! Rendi gak mau dia sedih …”
“Ea, cayank … Papa sama Mama janji. Gak akan kasih tau siapapun Tapi kamu juga janji harus mau operasi.”
Hp Rendi bergetar…terlihat sebuah short message dari Dhita.
Kak, UNAS tinggal 2 hari lagi. Dhita gak sabar pengen ketemu Kaka.
Apa Kaka baik2 aja? kenapa firasat Dhita gak enak banget ya Kak?
Rendi membalasnya.
Cayank, kaka juga pengen banget ketemu Dhita…
Dhita gak usah khawatir, Kaka baik2 aja kok’
Kaka Cayank Dhita …
Hati Dhita terasa lega setelah mendapatkan kabar dari Ka’Rendi.              Sementara Rendi tak kuasa menahan air matanya. Ia teringat seseorang yang sangat dirindukannya. Rendi berusaha meminta ijin kepada dokter untuk menunda operasinya dan menjalani perawatan intensif di rumah. Dikirimnya dua orang perawat khusus untuk merawat Rendi di rumah.
***
UNAS pun telah usai. Dhita tersenyum bahagia. Selain telah melewati hari-hari menegangkan itu, ia juga gak sabar ingin bertemu Ka”Rendi. Lalu ditulisnya sebuah short message buat Ka’Rendi.
Alhamdulillah, UNASnya udah selesai Kak, kapan Dhita bisa ketemu Kaka?
Rendi membalasnya.
Syukurlah, semoga nilainya memuaskan… Ma’af ya Dhit, Kaka baru ada tugas                     di kampus, mungkin baru bisa ketemu hari sabtu nanti…sabar ya, Cayank…
Keadaan yang sebenarnya, Rendi hanya ingin menyiapkan fisik yang sehat agar saat bertemu Dhita, ia tak curiga  kalau dirinya tengah mengidap penyakit mematikan.
***
Hari sabtu tiba.
“Ma, Rendi pergi dulu ya?! Hari ini Rendi pengen menghabiskan waktu bersama Dhita.
Mama Rendi tak bisa menolak keinginan putranya, mungkin untuk saat ini hanya Dhita yang mampu membuat Rendi tersenyum. Rendi langsung menuju ke taman, Dhita sudah menunggunya di sana.
Sesampainya di sana Rendi langsung memeluk Dhita dengan erat, bahkan tanpa disadari ia meneteskan air mata.
“Ikchh … Kaka ko’ kurusan ceh sekarang? Apa Kaka sakit …?”
Gak ko’ Cayank… Cuma belakangan ini Kaka banyak banget tugas !? Jadi sering lembur. Mungkin kurang istirahat aja …”
“Oh…gitu? Ea udah, ayo berangkat! nanti keburu panaz …”
Mereka langsung menuju ke pantai. Seharian mereka menghabiskan waktu berdua di sana.
***
Sebulan akhirnya terlewati. Pengumuman UNAS tinggal menghitung hari. Sementara keadaan Rendi semakin parah. Tumornya memasuki stadium 4. Tetapi sampai sekarang Dhita belum tahu keadaan Rendi yang sesungguhnya.
“Cayank, kamu harus operasi… !!
“Gak, Ma …jangan sekarang! Rendi mau operasi setelah Rendi tahu hasil UNAS Dhita … Jadi, kalaupun operasinya gagal, setidaknya Rendi bisa ada di sampingnya. Di saat hari bahagianya….”
***
Hari itu tiba.
Hari ini bertepatan dengan ulang tahun Dhita ke-18.
Papa dan mama mengantar Dhita ke sekolah untuk melihat pengumuman UNAS. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya terdengar nama Dhita Aprilia dinyatakan LULUS, dengan predikat Juara 1.
“Papa dan mama bangga sama kamu, cayank. Selamat ya Dhit!?
Tiba-tiba terdengar suara serentak ….
Happy birthday Dhita …”
Siska dan Dion membawa sebuah kue tart  berlapis cokelat kesukaan Dhita. Lalu Siska memeluk Dhita. “ Kamu emang is the best. Selamat ya and Happy Birthday, Sahabatku ….”
“Makaceh,ya, Sis!”
“Heem, btw Ka’Rendi mana?”
“Ea, itu yang ku herankan! Padahal tadi malem dia janji dateng … Apa mungkin dia lupa dengan hari ini ?! Nomernya gak aktif lagi ….”
“Udahlah, kita tunggu aja! Mungkin jalannya macet ….”
Sepuluh menit kemudian.
“Cayank …” terdengar suara yang udah gak asing lagi.
“Selamat ya, Cayank … Kaka bangga banget sama Dhita!
Rendi memeluk Dhita lalu dikecupnya kening Dhita …
Kemudian Rendi mengeluarkan sebuah kotak kecil berbalut pita berwarna pink dari tasnya.
“ Happy Birthday Cayank … Moga panjang umur, sehat selalu and selalu jadi kebanggaan papa mama …”
Lalu dibukanya kotak itu. Terlihat sebuah liontin yang sangat indah. Dalam liontin itu terukir nama Rendi & Dhita. Lalu Rendi memakaikannya.
“Kalo suatu hari nanti Kaka harus pergi jauh … Berjanjilah Dhita gak akan sedih ataupun menangis. Satu hal yang perlu Dhita tau, Kaka sangat mencintai Dhita. Cinta dan kasih sayang Kaka gak akan pernah hilang… Jagalah liontin ini dan jangan pernah melepasnya…!!”
“Emangnya Kaka tuch mau ke mana? Nyampe serius banget gitu!!?”
Rendi memeluk Dhita dengan erat. Tiba-tiba Rendi berteriak histeris sambil memegangi kepalanya.
Saaakkiiiitttt ….!!!!
Dhita sangat panik. Rendi terjatuh dalam pangkuan Dhita.
Rendi telah pergi untuk selamanya…
Dhita sangat terpukul. Ia tak sadarkan diri dan ketika ia bangun, ia baru sadar kalo Ka’Rendi telah benar-benar pergi meninggalkannya Dan tak akan pernah kembali ...
Kenapa Kaka tinggalin Dhita ???...”
***





Imas Intan Nurjanah
XI Busana Butik 1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar