|
Kado Terakhir Ka’ Rendy
Hari ini matahari
seakan memanggang kulit… Membuat kerongkongan terasa kering. Sementara di kelas
Dhita mulai gelisah… Diambilnya sebuah buku dan dikipas-kipaskanya….
”Ukh, panas banget ceh?! kok ga
kelar-kelar ne mapel…”
“He’em mana laper lagi!”
tambah Siska.
Tiba-tiba hp Ditha
bergetar, diterimanya sebuah short message dari ka’ Rendi.
Chayank, ka
jemput ya…ka
tunggu di gerbang….
Rasa panas terasa hilang sekejap, dibalasnya pesan itu dengan singkat.
Ya …
Waktu 10 menit terasa begitu
lambat, padahal Dhita udah gak sabar pengen ketemu ka’Rendi. (Dhita adalah seorang siswi SMAN 1 Yogyakarta. Sedangkan
ka’ Rendi adalah seorang mahasiswa
jurusan Teknik Informatika di sebuah universitas ternama di Yogyakarta). Wajar, bila Dhita tak sabar
pengen bertemu ka’ Rendi. Mereka tidak
ketemu 2 minggu karena ka’ Rendi ujian.
Akhirnya bel pun berbunyi, para siswa berhamburan keluar kelas. Dhita
membereskan bukunya, lalu diraihnya tas berwarna biru.
“Dhit,q pulang duluan ya! Ka’ Dion dah jemput nech.”
” Ea, ati-ati di jalan. Salam aja buat ka’ Dion,” kata Dhita.
Dhita bergegas menuju gerbang sekolah, matanya langsung tertuju pada
sosok pria berkaos hitam yang tengah duduk di sebuah motor, dia menyambut kedatangan Dhita dengan senyum
manisnya. Lalu Dhita meraih tangan Rendi dan mencium tangannya.
“Kok mukanya kusut banget …..?!”
“He’em panas banget ka’! Mana
tadi mapel terakhir matematika
lagi! Ukh, tambah puanazzz!!!”
Rendi tersenyum, melihat gadis pujaannya cemberut sambil menggerutu. Lalu dibelainya rambut Dhita
yang hitam panjang itu.
“Ukh… kacian Cyankku, ea udah nanti kita mampir di Strawberry
Cafe.”
Lalu mereka langsung tancap gas. Sesampainya di sana Rendi langsung memesan ice
cream dan makan
siang.
“Ka Rendi, Dhita ke belakang dulu yach. Mau shalat dhuhur dulu. Kaka
udah shalat?”
“Udah kok tadi. Ya udah shalat dulu, nanti kaka tunggu di
meja no. 15 ya!?
Setelah shalat, mereka langsung makan siang.
Tepat pukul 16.00 Rendi
mengantar Dhita pulang ke rumah. Mereka berhenti di sebuah rumah
bercat biru.
“Kaka anter nyampe sini aja ya. Kaka dah ditunggu Mama di rumah. Sampein aja salam kaka buat papa dan mama.”
“Ea, nanti tak sampein.”
Rendi pamit, Dhita mencium
tangan Rendi. Lalu ia
bergegas pulang.
Sesampainya di rumah, Dhita langsung menceritakan semuanya
kepada papa dan mama. Memang kedua orang tua Dhita
telah mengetahui hubungan putrinya dengan Rendi. Tapi mereka tak
menghalanginya. Rendi seorang
pria yg baik, bertanggung jawab dan sopan. Setiap kali mengajak Dhita pergi, ia selalu meminta izin kepada orang tua Dhita.
***
Tiga minggu lagi Dhita UNAS, Rendi
terus memberi support untuk pujaan
hatinya itu. Sesuai kesepakatan
bersama, mereka sepakat untuk
tidak bertemu dulu sampai Dhita
menyelesaikan UNAS-nya. Tiap hari
mereka hanya sms-an, sesekali Rendi
menelpon Dhita untuk menanyakan kabarnya.
Di suatu pagi yang cerah, Dhita
mendapatkan sebuah short message dari Ka’Rendi.
Pagi
cayankq…Good LUCK ya!
Pokoknya Dhita
harus lulus, jangan
kecewakan Kaka …
Jam menunjukan pukul 06.00. Dhita
langsung sarapan dan bergegas menuju ke sekolah, Dhita mulai menjalani hari baru tanpa Ka’Rendi.
“Aku harus lulus. Aku gak mau kecewain papa, mama dan
ka’ Rendi …”
***
Dua minggu akhirnya terlewati.
Empat hari ke depan Dhita akan
menghadapi hari-hari yang akan menentukan hasil belajarnya selama tiga tahun
ini. Sementara itu, Rendi terbaring lemah di Happy Land Hospital.
Kepala Rendi terasa mau pecah.
Sesekali ia berteriak histeris karena tak mampu menahan sakit. Setelah dua hari dirawat, dokter memvonis Rendi menderita tumor ganas di kepalanya. Rendi sangat shok. Begitu pula kedua Orang tuanya. Namun, mereka tak mau larut dalam kesedihan. Mereka bangkit untuk memberikan support untuk putra tercintanya.
“Cayank, kamu gak usah
khawatir. Papa dan mama akan usahain
supaya kamu bisa sembuh. Berapapun
biayanya!”
“Pa, Ma…janji ya?! Gak akan
kasih tau siapa pun tentang keadaan Rendi sekarang .terutama Dhita! Rendi gak mau dia sedih …”
“Ea, cayank … Papa sama Mama janji. Gak akan kasih tau siapapun … Tapi kamu juga janji harus mau operasi.”
Hp Rendi bergetar…terlihat sebuah short message dari Dhita.
Kak, UNAS tinggal 2 hari lagi. Dhita gak sabar pengen ketemu
Kaka.
Apa Kaka baik2
aja? kenapa
firasat Dhita gak enak banget ya Kak?
Rendi membalasnya.
Cayank, kaka juga pengen banget ketemu
Dhita…
Dhita gak usah khawatir, Kaka baik2 aja kok’
Kaka Cayank Dhita …
Hati Dhita terasa lega setelah mendapatkan kabar dari Ka’Rendi. Sementara Rendi tak kuasa
menahan air matanya. Ia
teringat seseorang yang sangat dirindukannya. Rendi berusaha meminta ijin kepada dokter untuk menunda operasinya dan menjalani perawatan intensif
di rumah. Dikirimnya dua orang perawat khusus untuk merawat
Rendi di rumah.
***
UNAS pun telah usai. Dhita
tersenyum bahagia. Selain telah
melewati hari-hari
menegangkan itu, ia juga gak
sabar ingin bertemu Ka”Rendi. Lalu ditulisnya sebuah short message buat
Ka’Rendi.
Alhamdulillah, UNASnya udah selesai Kak, kapan Dhita bisa ketemu Kaka?
Rendi membalasnya.
Syukurlah, semoga nilainya memuaskan… Ma’af ya Dhit, Kaka baru ada tugas di kampus, mungkin baru bisa ketemu hari
sabtu nanti…sabar ya, Cayank…
Keadaan yang sebenarnya, Rendi
hanya ingin menyiapkan fisik yang sehat agar saat bertemu Dhita, ia tak curiga kalau dirinya tengah mengidap penyakit
mematikan.
***
Hari sabtu tiba.
“Ma, Rendi pergi dulu ya?! Hari
ini Rendi pengen menghabiskan waktu bersama Dhita.”
Mama Rendi tak bisa menolak keinginan putranya, mungkin untuk saat ini hanya Dhita yang mampu membuat Rendi
tersenyum. Rendi langsung menuju ke taman, Dhita sudah
menunggunya di sana.
Sesampainya di sana Rendi
langsung memeluk Dhita dengan erat, bahkan
tanpa disadari ia meneteskan
air mata.
“Ikchh … Kaka ko’ kurusan ceh
sekarang? Apa Kaka sakit …?”
“Gak ko’ Cayank… Cuma
belakangan ini Kaka banyak banget
tugas !? Jadi sering lembur. Mungkin kurang istirahat aja …”
“Oh…gitu? Ea udah, ayo
berangkat! nanti keburu panaz …”
Mereka langsung menuju ke pantai. Seharian mereka menghabiskan waktu berdua di sana.
***
Sebulan akhirnya
terlewati. Pengumuman UNAS
tinggal menghitung hari. Sementara
keadaan Rendi semakin parah. Tumornya
memasuki stadium 4. Tetapi sampai
sekarang Dhita belum tahu keadaan Rendi yang sesungguhnya.
“Cayank, kamu harus operasi… !!”
“Gak, Ma …jangan sekarang! Rendi mau operasi setelah Rendi tahu hasil UNAS Dhita … Jadi, kalaupun operasinya gagal, setidaknya Rendi bisa ada di sampingnya. Di saat hari
bahagianya….”
***
Hari itu tiba.
Hari ini bertepatan dengan ulang tahun Dhita ke-18.
Papa dan mama mengantar
Dhita ke sekolah untuk melihat pengumuman UNAS. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya terdengar nama Dhita Aprilia dinyatakan LULUS, dengan predikat Juara 1.
“Papa dan mama bangga sama kamu, cayank. Selamat ya Dhit!?”
Tiba-tiba terdengar suara serentak ….
“Happy birthday Dhita …”
Siska dan Dion membawa sebuah kue tart
berlapis cokelat kesukaan Dhita. Lalu Siska memeluk Dhita. “ Kamu emang is the best. Selamat ya and Happy
Birthday, Sahabatku ….”
“Makaceh,ya, Sis!”
“Heem, btw Ka’Rendi mana?”
“Ea, itu yang ku herankan! Padahal tadi malem dia
janji dateng … Apa mungkin dia lupa dengan hari ini ?! Nomernya
gak aktif lagi ….”
“Udahlah, kita tunggu aja! Mungkin
jalannya macet ….”
Sepuluh menit kemudian.
“Cayank …” terdengar suara yang udah gak asing lagi.
“Selamat ya, Cayank … Kaka bangga banget sama Dhita!”
Rendi memeluk Dhita lalu
dikecupnya kening Dhita …
Kemudian Rendi mengeluarkan sebuah kotak kecil
berbalut pita berwarna pink dari
tasnya.
“ Happy Birthday Cayank … Moga
panjang umur, sehat selalu and selalu jadi kebanggaan papa mama …”
Lalu dibukanya kotak itu. Terlihat sebuah liontin yang
sangat indah. Dalam liontin itu terukir nama Rendi &
Dhita. Lalu Rendi
memakaikannya.
“Kalo suatu hari nanti Kaka
harus pergi jauh … Berjanjilah Dhita gak akan sedih ataupun
menangis. Satu hal yang perlu
Dhita tau, Kaka sangat mencintai Dhita. Cinta dan kasih sayang Kaka gak akan
pernah hilang… Jagalah liontin ini dan jangan pernah melepasnya…!!”
“Emangnya Kaka tuch mau ke mana? Nyampe serius banget gitu!!?”
Rendi memeluk Dhita
dengan erat. Tiba-tiba Rendi
berteriak histeris sambil memegangi
kepalanya.
“Saaakkiiiitttt ….!!!!”
Dhita sangat panik. Rendi
terjatuh dalam pangkuan Dhita.
Rendi telah pergi untuk selamanya…
Dhita sangat terpukul. Ia
tak sadarkan diri dan ketika ia bangun, ia baru sadar kalo Ka’Rendi telah
benar-benar pergi meninggalkannya … Dan
tak akan pernah kembali ...
“Kenapa Kaka
tinggalin Dhita ???...”
***
Imas Intan Nurjanah
XI
Busana Butik 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar