Pembahasan tentang retorika berhubungan dengan
pemajasan, penyiasatan struktur, dan pencitraan. Berikut kajian retorika yang
disajikan per bait dalam puisi Puisi
Rayap.
1
Lho gimana sih kok jadinya kayak
begini
Berantakan, serabutan, ruwet,
buntu, absurd
Susah
dirumuskan, apalagi dibereskan
Duh aduh, ini salah awalnya atau
gimana
Atau karena badan kita ini terlalu
besar
Sementara jiwa kita agak kerdil
Suka amat kita ini omong kosong
Besar kepala, ilmu kita tidak
seberapa
Tapi hati kita takabur, takabur,
takabur
Kita rajin sekali bersumpah di
bawah kitab suci
Tapi diam-diam kita tahu
bahwa itu semua akan kita langgar
sendiri
- Pemajasan
Pemajasan
yang terdapat pada bagian pertama Puisi
Rayap adalah simile dan personifikasi. Berikut merupakan bukti pemajasan
tersebut.
1)
Simile
Lho
gimana sih kok jadinya kayak begini/ Berantakan, serabutan, ruwet, buntu, absurd/ Susah
dirumuskan, apalagi dibereskan/
Kata “kayak”merupakan penandanya. Kata tersebut sepadan dengan seperi,
bagaikan, umpama, laksana, dan bak yang merupakan kata-kata pembanding dalam
simile.
2)
Personifikasi
Sementara jiwa kita agak kerdil/
Kata “kerdil” biasanya digunakan untuk menyebutkan ukuran tubuh manusia,
kini digunakan untuk menyebut jiwa manusia. Kata “jiwa” merujuk pada pengertian
rohani sehingga munculnya kata tersebut dapat digolongkan kepada bentuk
personifikasi.
- Penyiasatan Struktur
a)
Paralelisme
Penyiasatan struktur yang terdapat pada bagian pertama Puisi Rayap ini salah satunya adalah
paralelisme. Bentuk keparalelan yang ada terletak pada baris kedua dan ketiga.
Kata-kata berantakan, serabutan, ruwet,
buntu, absurd, susah dirumuskan, apalagi dibereskan membentuk sebuah frasa
yang menjelaskan situasi kacau yang diungkapkan penyair, seperti dalam kutipan
berikut.
Lho
gimana sih kok jadinya kayak begini/Berantakan,serabutan, ruwet, buntu, absurd/ Susah
dirumuskan, apalagi dibereskan/
b)
Repetisi
Selain paralelisme, penyiasatan struktur yang ada pada
bagian pertama ini adalah repetisi. Pengulangan terdapat pada baris ke
sembilan.
Tapi hati kita takabur, takabur, takabur/
Penggunaan kata “takabur” hingga tiga kali bertujuan sebagai penekanan.
c)
Pertanyaan retoris
Penyiasatan struktur dengan pertanyaan retoris dapat
dilihat pada baris pertama dan beberapa baris lainnya.
Lho
gimana sih kok jadinya kayak begini/ Berantakan, serabutan, ruwet, buntu, absurd/ Susah
dirumuskan, apalagi dibereskan/
……………..
Duh
aduh, ini salah awalnya atau gimana/
- Pencitraan
Pencitraan yang paling banyak digunakan dalam puisi bagian
pertama ini adalah citraan penglihatan (visual
imagery) yang memberi rangsangan pada indra penglihatan sehingga hal-hal
yang tak terlihat seolah-olah dapat dilihat jelas. Selain itu juga terdapat
citraan gerak. Citraan penglihatan terdapat pada kutipan berikut ini.
Lho
gimana sih kok jadinya kayak begini/Berantakan,serabutan, ruwet, buntu, absurd/ Susah
dirumuskan, apalagi dibereskan/
Hal itu juga terdapat pada:
atau karena badan kita ini terlalu besar/
Sedangkan citraan gerak terdapat pada kalimat berikut.
Kita rajin sekali bersumpah di bawah kitab suci/
2
Jadi sekarang bangunan rumah kita
megah
Tapi keropos
Tiang kayu-kayunya digerogoti
rayap-rayap
Dan rayap-rayap itu tidak lain
adalah diri kita sendiri
Temboknya bocor-bocor
Kita tambal, sambil membuat
bocoran di tempat lain
Ada yang tahu bagaimana mengatasi
Soal-soal yang bikin sendiri ini?
Kayaknya kita harus menunggu
Irama pembusukan ini selesai
1.
Pemajasan
Pemajasan
yang terdapat pada bagian kedua Puisi
Rayap adalah metafora dan tautologi. Berikut merupakan bukti pemajasan
tersebut.
a)
Metafora
Jadi
sekarang bangunan rumah kita megah/ Tapi keropos/ Tiang kayu-kayunya digerogoti
rayap-rayap/ Dan rayap-rayap itu tidak lain adalah diri kita sendiri/ Temboknya
bocor-bocor/ Kita tambal, sambil membuat bocoran di tempat lain/
Frasa “bangunan rumah kita” adalah metafora dari Negara atau perangkat
sistem nilai. Kata “megah” memiliki makna baik secara jasmani, kemudian
dikontraskan dengan pernyataan “tapi kropos”. Secara tersirat dapat dimaknai
bahwa kebaikan yang ada hanyalah sebuah topeng yang menyembunyikan keburukan di
dalamnya.
Ada yang tahu bagaimana mengatasi/ Soal-soal yang bikin
sendiri ini?/ Kayaknya kita harus menunggu/ Irama pembusukan ini selesai/
Frasa “soal-soal yang kita bikin sendiri” bermakna kesalahan atau
kekeliruan missal yang belum disadari bangsa apalagi untuk diatasi. Kekeliruan
itu diumpamakan sebagai “Irama pembusukan”.
b)
Tautologi
Tiang kayu-kayunya
digerogoti rayap-rayap/ Dan rayap-rayap itu tidak lain adalah diri kita sendiri/
Kata ulang “rayap-rayap” disampaikan penyair sampai dua kali. Hal itu
sebagai bentuk penekanan. Contoh lain pada kalimat:
temboknya
bocor-bocor/ kita tambal, sambil membuat bocoran di tempat lain/
2.
Penyiasatan Struktur
d)
Enumerasi
Penyiasatan struktur yang ada dalam bagian puisi adalah
enumerasi. Penyiasatan struktur ini digunakan untuk menguatkan suatu keadaan
atau pernyataan dan memberikan intensitas pada puisinya. Hal itu terdapat pada
kutipan berikut.
Jadi
sekarang bangunan rumah kita megah/ Tapi keropos/ Tiang kayu-kayunya digerogoti
rayap-rayap/ Dan rayap-rayap itu tidak lain adalah diri kita sendiri/ Temboknya
bocor-bocor/ Kita tambal, sambil membuat bocoran di tempat lain/
e)
Pertanyaan retoris
Pertanyaan retoris muncul pada baris ketujuh dan
kedelapan dari puisi tersebut. Berikut ini merupakan wujud pertanyaan retoris
dalam puisi bait kedua.
Ada yang tahu bagaimana mengatasi/ Soal-soal yang bikin
sendiri ini?/
3.
Pencitraan
Citraan yang terdapat pada bagian kedua ini adalah
citraan penglihatan dan citraan gerak. Citraan penglihatan mendominasi pada
bait ini. Citraan penglihatan dapat dilihat pada kutipan berikut.
Jadi sekarang bangunan
rumah kita megah/ Tapi keropos/ Tiang kayu-kayunya digerogoti rayap-rayap/
…………………………….
Temboknya
bocor-bocor/ Kita tambal, sambil membuat bocoran di tempat lain/
Citraan gerak terdapat pada kutipan berikut ini.
Tiang
kayu-kayunya digerogoti rayap-rayap/ Dan rayap-rayap itu tidak lain adalah diri
kita sendiri/ Temboknya bocor-bocor/ Kita tambal, sambil membuat bocoran di
tempat lain/ Ada
yang tahu bagaimana mengatasi/ soal-soal yang bikin sendiri ini?/ Kayaknya kita
harus menunggu/
3
Duh, aduh, kena sampeyan sekarang
Semua jadi susah
Sampeyan sih kenceng melulu
Tegang, nabrak-nabrak
Membentur-benturkan kepala
Duh aduh, semua jadi berantakan
Sampeyan berlaku sebagai besi
Jadi gampang dipatahkan
Sampeyan batu sih, jadi gampang
dipecah
Mestinya sampeyan lentur, pegas
Mesipun tetap bisa dibakar
Atau menjelmalah air
Air tak bisa dilukai
Air tak bisa ditusuk
Air menghibur api, ia menguap
Tetapi kemudian cair kembali
Tapi kalau kemudian air dibendung
Cobalah menjelma udara
Kalau udara disedot
Maka jadilah gelombang
Dan kalau gelombang disadap
Maka jadilah ruh
Ruh ke sana ke mari menjadi cahaya
Cahaya menelusuri ke mana saja
Untuk mengubah kegelapan
Kadang-kadang sampeyan sudah benar
Tapi belum baik
Di saat lain, sampeyan sebenarnya
sudah baik
Tapi belum benar
1.
Pemajasan
Pemajasan
yang terdapat pada bagian ketiga Puisi
Rayap adalah metafora dan tautologi. Berikut merupakan bukti pemajasan
tersebut.
a)
Simile
Majas simile terdapt pada baris ketujuh. Majas itu dalam
puisi bagian ketiga ini ditandai dengan pemakaian kata “sebagai”. Perhatikan
kutipan berikut.
Sampeyan
berlaku sebagai besi/ Jadi gampang dipatahkan/
b)
Metafora
Pada baris ke-9 sampai ke-11 mengandung majas metafora.
Selain itu majas metafora juga terdapat pada baris ke-12, 17 & 18, 19 &
20, dan 21 & 22. Pada baris-baris tersebut terdapat perbandingan tidak
langsung.
Sampeyan
batu sih, jadi gampang dipecah/ Mestinya sampeyan lentur, pegas/ Atau
menjelmalah air/
…………………………………….
Kalau
udara disedot/ Maka jadilah gelombang/
Dan
kalau gelombang disadap/ Maka jadilah ruh/
Tapi
kalau kemudian air dibendung/ Cobalah menjelma udara/
c)
Personifikasi
Majas personifikasi pada bait ini terdapat pada baris
ke-13 sampai ke-15. Pada baris tersebut diungkapkan hal-hal yang bersifat
seolah-olah seperti manusia.
Air
tak bisa dilukai/ Air tak bisa ditusuk/ Air menghibur api, ia menguap/
2.
Penyiasatan Struktur
a)
Repetisi
Salah satu penyiasatan struktur yang terdapat dalam
puisi ini adalah repetisi. Repetisi berguna untuk memberikan penekanan dalam
sebuah konteks yang sesuai. Repetisi pada bagian ketiga ini terdapat pada baris
kedelapan dan sembilan. Selain itu juga terdapat pada baris 1, 3, 7, 9, 10, 26
dan 28. Repetisi tampak pada kata “sampeyan”.
Duh,
aduh, kena sampeyan sekarang/ Semua jadi susah/
Sampeyan
sih kenceng melulu/ Tegang,
nabrak-nabrak/ Membentur-benturkan kepala/
Duh
aduh, semua jadi berantakan/ Sampeyan berlaku sebagai besi/ Jadi gampang
dipatahkan/ Sampeyan batu sih, jadi gampang dipecah/ Mestinya sampeyan lentur,
pegas/ Mesipun tetap bisa dibakar/
………………………
Kalau
udara disedot/ Maka jadilah gelombang/ Kadang-kadang sampeyan sudah benar/ Tapi
belum baik/
Di
saat lain, sampeyan sebenarnya sudah baik/ Tapi belum benar/
………………………
Dan
kalau gelombang disadap/ Maka jadilah ruh/ Ruh ke sana ke mari menjadi cahaya/ Cahaya
menelusuri ke mana saja/ Untuk mengubah kegelapan/
b)
Anafora
Penyiasatan struktur dengan anaphora terdapat pada baris ke-13 sampai
ke-15.
Air
tak bisa dilukai/ Air tak bisa ditusuk/ Air menghibur api, ia menguap/
c)
Enumerasi
Duh,
aduh, kena sampeyan sekarang/ Semua jadi susah/ Sampeyan sih kenceng melulu/ Tegang, nabrak-nabrak/
Membentur-benturkan kepala/ Duh aduh, semua jadi berantakan/ Sampeyan berlaku
sebagai besi/ Jadi gampang dipatahkan/ Sampeyan batu sih, jadi gampang dipecah/
Mestinya sampeyan lentur, pegas/ Mesipun tetap bisa dibakar/ Atau menjelmalah
air/ Air tak bisa dilukai/ Air tak bisa ditusuk/ Air menghibur api, ia menguap/
Tetapi kemudian cair kembali/ Tapi kalau kemudian air dibendung/ Cobalah
menjelma udara/ Kalau udara disedot/ Maka jadilah gelombang/ Dan kalau
gelombang disadap/ Maka jadilah ruh/ Ruh ke sana ke mari menjadi cahaya/ Cahaya
menelusuri ke mana saja/ Untuk mengubah kegelapan/ Kadang-kadang sampeyan sudah
benar/ Tapi belum baik/ Di saat lain, sampeyan sebenarnya sudah baik/Tapi belum
benar/
4.
Pencitraan
Pada bagian ketiga ini, pencitraan hampir
sama dengan dua bait sebelumnya. Citraan yang ada pada bagian ini adalah
citraan penglihatan dan citraan gerak. Citraan penglihatan dapat dilihat pada
baris keenam. Sedangkan citraan gerak dapat dilihat pada baris ke-3, 4, dan 5
serta ke-23 dan 24.
Duh aduh, semua jadi berantakan/ (baris 6)
………….
Sampeyan
sih kenceng melulu/ Tegang,
nabrak-nabrak/ Membentur benturkan kepala/ Ruh ke sana ke mari menjadi cahaya/ Cahaya
menelusuri ke mana saja/
4
Duh aduh, kalau saudara-saudaraku
Pada suatu saat bisa menentramkan
jiwanya
Merendahkan nafsu dunianya
Memedamkan api ambisinya
Serta merohaniahkan pribadiannya
Maka engkau memanggil mereka
Untuk kembali kepadaMu
Dan bergabung ke dalam
Kemesraan surgaMu.
a.
Pemajasan
Pemajasan dalam bait keempat ini menggunakan majas metonimia.
Majas metonimia dapat ditemukan pada baris ketiga dan keempat seperti berikut.
Duh aduh, kalau saudara-saudaraku/ Pada
suatu saat bisa menentramkan jiwanya/ Merendahkan nafsu dunianya/ Memedamkan
api ambisinya/
b.
Penyiasatan Struktur
Pada bait keempat puisi Puisi
Rayap ini memiliki gaya
paralelisme. Paralelisme mensejajarkan beberapa frasa yang menduduki fungsi
yang sama.
Duh
aduh, kalau saudara-saudaraku/ Pada suatu saat bisa menentramkan jiwanya/ Merendahkan
nafsu dunianya/ Memedamkan api ambisinya/ Serta merohaniahkan pribadiannya/
…………………
Maka engkau memanggil mereka/ Untuk
kembali kepadaMu
…………………
Dan
bergabung ke dalam/ Kemesraan surgaMu/
c.
Pencitraan
Pencitraan yang ada pada bait keempat ini adalah citraan
gerak. Hal itu dapat dicermati pada kata-kata yang mengandung unsur gerak.
Duh
aduh, kalau saudara-saudaraku/ Pada suatu saat bisa menentramkan jiwanya/ Merendahkan
nafsu dunianya/ Memedamkan api ambisinya/ Serta merohaniahkan pribadiannya/ Maka
engkau memanggil mereka/ Untuk kembali kepadaMu/Dan bergabung ke dalam/ Kemesraan
surgaMu/