|
PEMBAWA BAKI MERAH PUTIH
Angin malam berhembus menyejukkan hati. Namun gadis ABG berambut pendek
itu tetap saja duduk sambil menangis di depan pintu rumah, membawa sepatu tonti
dan kaos tangan putih tebal
di tangannya. “Astaga Non Dewi, kenapa Non menangis di depan pintu begini?” Begitulah supir rumah memanggil
majikannya. Ya…. Gadis itu bernama Dewi. Tubuhnya proporsional, hitam manis dengan dagu panjang. Sambil mengusap air mata ia menjawab, ”Tidak ada apa-apa, Pak Jarwo, saya masuk dulu ya.. tolong tutup pintunya.” Dengan tubuh lemas,
Dewi menuju ke dalam rumah hingga akhirnya masuk ke dalam kamar.
Satu per-satu diletakkannya
kaos tangan tebal dan sepatu tonti ke dalam rak. Lalu ia menjatuhkan tubuhnya ke kasur sembari
menekan tombol demi tombol pada handphone-nya .
”Halo mama.. ”
”Iya sayang, ada apa?”
”Dewi gagal lagi Ma.. Dewi
harus bagaimana?” ujar Dewi sambil meneteskan air mata.
”Tidak apa-apa sayang. Semua ada prosesnya. Mama yakin kamu bisa. Ayo semangat!”
Siang hari di bulan Juli terasa panas, tak seperti
bulan-bulan sebelumnya. Dewi berada di pinggir lapangan basket membawa botol
minuman. Tatapannya tajam melihat teman sebayanya baris-berbaris di tengah
lapangan.
Perlahan ia meneteskan air
mata. Diam, tak diusap
sedikitpun oleh jari lentiknya. Lalu seorang pria hitam bertubuh besar menepuk
pundaknya. Dewi terkejut dan segera mengusap air matanya.
”Maaf Pak, saya berjanji tidak akan kembali lagi kemari. Permisi Pak!” Dengan wajah gugup, Dewi menunduk dan langsung berbalik arah meninggalkan pria itu. Namun erat tangan pria itu tak mampu
membuat Dewi keluar dari lapangan basket. Kaki Dewi terhenti sejenak dan
langsung berbalik lagi ke arah pria hitam itu.
”Saya sangat menghargai siswa
yang bertekad menjadi junior saya dan mau berjuang demi Tanah Air. Kembalilah
pada barisanmu. Kamu masih junior saya.” Dengan tegas pria itu mengatakan bahwa
Dewi masih juniornya. Dewi menatap pria itu dan berkata, ”Saya tidak lulus tes fisik Pak, saya penyakitan, saya tidak pantas kembali
pada barisan saya.”
Dewi putus asa. Tangannya
basah sambil menggenggam kaleng minumannya. ”Saya mau kamu masuk barisan. Barislah paling depan di antara pleton kanan dan kiri, karna kamu adalah pembawa baki bendera merah
putih.”
Dewi terkejut dan langsung
bersujud di kaki pria itu. ”Terimakasih Pak Agus. Saya berjanji akan tampil dengan baik tanggal 17 Agustus nanti. Dan
akan membawa nama baik Pleton Inti KAGASA sekolah ini!” tegas Dewi semangat.
Tujuh Belas Agustus adalah hari yang sangat berarti bagi Dewi dan teman-teman Pleton
Inti KAGASA SMK Negeri 6.
Tepat pada pukul 10.00 WIB
dentuman tembakan dan sirine mulai berbunyi satu per satu. Inilah saat-saat di mana Dewi berjuang membawa nama baik
sekolahnya sebagai Pasukan Pengibar Bendera. Ia berada di tengah sebagai pembawa baki Bendera
Merah Putih. Senyum mama, papa dan senior pelatih Paskibra membuat Dewi lebih
percaya diri.
Dia yakin bahwa setiap orang punya potensi untuk bisa mencapai
apa yang diinginkan.
Nisa Candra Gupita
X Jasa
Boga 3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar