a. Diksi
Diksi yang digunakan dalam Puisi Rayap bagian 1 cukup sederhana. Kata-kata sederhana tersebut
memudahkan pembaca dalam memahami makna puisi tersebut. Kata-kata kolokial yang
digunakan untuk mengungkapkan gagasan membuat pembaca berpikir kritis.
Kata-kata kolokial itu antara lain terdapat pada baris 1, 4, 7 dan 12.
Lho
gimana sih kok jadinya kayak begini (baris 1),
Duh
aduh, ini salah awalnya atau gimana (baris 4),
Suka
amat kita ini omong kosong (baris 7), dan
bahwa
itu semua akan kita langgar sendiri (baris 12)
Pada puisi bagian 1 ini terdapat beberpa kata serapan yang
masih jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Kata-kata tersebut adalah
kata “absurd” dan “takabur”. Pada
bagian ini penyair menyampaikan gagasan tentang manusia yang sering tidak
menepati ucapan dan janji. Di depan orang lain mereka seolah suci, tetapi di
hati mereka tersimpan banyak kebohongan yang membuat keadaan semakin kacau.
Pada Puisi Rayap
bagian 2, penyair masih menggunakan kata-kata sederhana untuk mengungkapkan
gagasannya. Dalam bagian tersebut, penyair seolah membicarakan dirinya sendiri,
tetapi sebenarnya bermaksud menyindir pembaca yang selalu berbuat kerusakan
pada diri sendiri, dan kemudian tidak mengetahui jalan keluar dari masalah yang
ditimbulkan sendiri.
Pada Puisi Rayap
bagian 3, penyair mengungkapkan bahwa orang yang emosional membuat keadaan
semakin kacau. Pada bagian ini penyair banyak menggunakan kata-kata kolokial
yang mudah dipahami. Di dalamnya terdapat beberapa istilah dalam bahasa jawa.
Hal itu membuat puisi lebih bervariasi dan menarik. Kata-kata tersebut antara
lain: “sampeyan”, “gampang”, dan “kenceng”.
Pada bagian keempat, penyair mengungkapkan gagasan tentang
nafsu dan ambisi dunia yang akan membuat hidup tidak nyaman. Pada bagian ini,
kata-kata kolokial masih dijumpai sehingga mempermudah pembaca dalam memahami.
Secara garis besar, Puisi Rayap
menggunakan kata-kata yang tidak baku
yang bisa digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Berikut ini merupakan identifikasi kata-kata yang digunakan
dalam puisi berjudul Puisi Rayap.
Jenis Kata
|
||||
Nomina
|
Verba
|
Adjektiva
|
Kata Tugas
|
Numeralia
|
badan
|
ditunda
|
berantakan
|
atau
|
tidak seberapa
|
kita
|
dibereskan
|
serabutan
|
karena
|
terlalu besar
|
jiwa
|
bersumpah
|
ruwet
|
ini
|
|
hati
|
digerogoti
|
buntu
|
sementara
|
|
bangunan
|
tambal
|
absurd
|
agak
|
|
rumah
|
membuat
|
susah
|
di
|
|
tiang
|
mengatasi
|
besar
|
dan
|
|
kayu
|
menunggu
|
kerdil
|
meskipun
|
|
rayap
|
selesai
|
takabur
|
tetapi
|
|
diri
|
melulu
|
rajin
|
kemudian
|
|
tembolok
|
nabrak
|
megah
|
kalau
|
|
bocoran
|
berlaku
|
keropos
|
maka
|
|
tempat
|
dipatahkan
|
susah
|
ke
|
|
soal
|
dipecah
|
tegang
|
untuk
|
|
irama
|
menjelma
|
kenceng
|
dalam
|
|
pembusukan
|
ditusuk
|
berantakan
|
||
sampeyan
|
dilukai
|
lentur
|
||
besi
|
menguap
|
gampang
|
||
batu
|
dibendung
|
benar
|
||
pegas
|
cobalah
|
baik
|
||
air
|
disedot
|
|||
api
|
jadilah
|
|||
ia
|
disadap
|
|||
cair
|
menelusuri
|
|||
udara
|
mengubah
|
|||
gelombang
|
menentramkan
|
|||
cahaya
|
merndahkan
|
|||
kegelapan
|
memadamkan
|
|||
saudara
|
merohaniahkan
|
|||
kepribadian
|
memanggil
|
|||
engkau
|
bergabung
|
|||
mereka
|
suka
|
|||
kemesraan
|
bocor
|
|||
ambisi
|
membenturkan
|
|||
dunia
|
||||
nafsu
|
||||
37
|
35
|
20
|
15
|
2
|
Dari tabel di atas terlihat bahwa kata benda (nomina) dan
kata kerja (verba) lebih banyak digunakan dalam puisi. Nomina yang digunakan
merupakan kata-kata yang kongkret dan sederhana. Kata-kata benda tersebut
mengacu pada benda dan manusia yang menunjukkan kualitas moral yang dilakukan
manusia. Verba intransiif lebih banyak digunakan penyair, makna verba tersebut
mengarah pada tindakan.
Adjektiva, tugas, dan numeralia juga digunakan dalam puisi
tersebut. Adjektiva mengarah pada sesuatu yang bersifat fisik, emotif, visual,
dan psikis. Numeralia jarang digunakan dan bersifat tidak tentu. Penggunaan
kata tugas dalam puisi ini berfungsi sebagai penguatan kejelasan antarkata.
b. Denotasi dan Konotasi
1) Bagian
1
Klausa “Badan kita terlalu besar” secara denotaif dapat
diartikan sebagai tubuh yang gemuk, tetapi secara konotatif klausa tersebut
bermakna “Bangsa Indonesia
yang besar”. Klausa “Sementara jiwa kita agak kerdil”, secara konseptual
bermakna jiwa yang kecil, secara konotasi dapat bermakna “penakut”. Klausa
“suka amat kita ini omong kosong” secara denotasi bermakna senang mengatakan
hal-hal yang tidak berarti, makna secara konotasi diartikan gemar melakukan
hal-hal yang tidak berguna. Frasa “besar kepala” secara denotasi bermakna
“kapala yang besar”, sedangkan secara konotasi bermakna “sombong”. Klausa “ilmu
kita tidak seberapa” bermakna denotasi “ilmu yang sedikit”, namun secara
konotatif bermakna “bodoh”. Sementara itu, klausa “hati kita takabur” dimaknai
secara konotatif sebagai hati yang sombong, namun secara konotatif bermakna
“orang yang suka pamer”.
Puisi Puisi Rayap apabila
diparafrasekan adalah keadaan bangsa Indonesia
yang besar telah berantakan, mungkin karena rakyatnya penakut tetapi senang
malakukan hal-hal yang tidak bermanfaat, suka menyombongkan ilmu yang dangkal
dan sering melakukan sumpah jabatan, tetapi tidak pernah amanah dalam
menjalankan jabatan.
2) Bagian
2
Klausa “jadi sekarang bangunan rumah kita megah tapi
kropos” secara denotasi bermakna tempat tinggal yang tampaknya megah ternyata
tidak kuat. Secara konotasi klausa tersebut dapat bermakna “Negara yang kaya
sumber daya alam tetapi rakyatnya masih banyak hidup dalam kemiskinan”. Klausa
“tiang dan kayu-kayunya digerogoti rayap” bermakna denotaif serangga yang
memakan dan merusak kayu. Makna secara konotasi berupa kekayaan Negara yang
idealnya mampu menopang perekonomian rakyat,
tetapi malah dikuasai orang lain. Klausa “dan rayap-rayap itu tidak lain
adalah diri kita sendiri” bermakna konotasi kita adalah perampas kekayaan.
Frasa “temboknya bocor-bocor” bermakna konotasi pertahanan yang dibangun sudah
tidak aman. “Kita tambal, sambil membuat bocoran di tempat lain” bermakna
konotasi bahwa kesalahan yang dilakukan bangsa Indonesia tidak henti-hentinya.
Ungkapan “Irama pembusukan selesai” berdenotasi menunggu Puisi Rayaposes
pembusukan, sedangkan konotasinya adalah alur kerusakan selesai”.
Dari makna-makna konotasi tersebut dapat disimpulkan
bahwa Negara Indonesia
yang kaya sumber daya alam sebenarnya miskin. Hal itu disebabkan oleh
perampasan hak orang lain oleh sejumlah orang. Orang-orang yang suka mengambil
hak orang lain adalah kita sendiri. Setiap kali kita menghentikan hal tersebut,
kita justru membuat kesalahan lain sehingga kerusakan semakin besar, dan kita
tidak bisa melakukan apa-apa selain menunggu kerusakan itu selesai dengan
sendirinya.
3) Bagian
3
Kata “kenceng”
merupakan padanan kata tegang, dalam puisi Puisi
Rayap tersebut, ia memiliki makna konotasi keras kepala. Kata “nabrak-nabrak” bermakna konotatif
melakukan sesuatu secara tergesa-gesa tanpa mempertimbangkan hal lain. Frasa
“berlaku sebagai tangan besi” bermakna konotatif bersifat otoriter. Frasa “sampeyan batu sih” bermakna konotatif
keras kepala. Klausa “mestinya sampeyan
lentur, pegas” bermakna konotasi fleksibel (dapat menyesuaikan diri). Klausa
“air menghibur api, ia menguap” bermakna konotatif berubah bentuk. Klausa
“cahaya menelusuri ke mana saja” memiliki makna konotasi tiding pandang bulu.
Makna Puisi Rayap
bagian ketiga ini bermakna bahwa sifat egois dan keras kepala tidak akan mengubah
keadaan menjadi lebih baik. Sifat keras kepala membuat manusia mudah
dipecah-belah. Idealnya bangsa Indonesia
mampu bersifat fleksibel dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kejahatan
yang menyebabkan kekacauan harus diusut tuntas tanpa pandang bulu.
4) Bagian
4
Pada bagian 4, makna parafrasa secara keseluruhan kurang
lebih sebagai berikut: Manusia hendaknya mengendalikan nafsu duniawi agar hidup
mereka tentram dan meninggal pun dapat merasakan kenikmatan surgawi. Hal
tersebut dapat dilihat pada frasa “maka engkau memenggil mereka”, “penewaran
mereka untuk kembali kepadaMu”, “dan bergabung ke dalam”, dan “kemesraan
surgaMu”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar