Jumat, 09 Desember 2011

Unsur Leksikal dalam "Puisi Rayap" karya Emha Ainin Najib


a.      Diksi
Diksi yang digunakan dalam Puisi Rayap bagian 1 cukup sederhana. Kata-kata sederhana tersebut memudahkan pembaca dalam memahami makna puisi tersebut. Kata-kata kolokial yang digunakan untuk mengungkapkan gagasan membuat pembaca berpikir kritis. Kata-kata kolokial itu antara lain terdapat pada baris 1, 4, 7 dan 12.
Lho gimana sih kok jadinya kayak begini (baris 1),
Duh aduh, ini salah awalnya atau gimana (baris 4),
Suka amat kita ini omong kosong (baris 7), dan
bahwa itu semua akan kita langgar sendiri (baris 12)

Pada puisi bagian 1 ini terdapat beberpa kata serapan yang masih jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Kata-kata tersebut adalah kata “absurd” dan “takabur”. Pada bagian ini penyair menyampaikan gagasan tentang manusia yang sering tidak menepati ucapan dan janji. Di depan orang lain mereka seolah suci, tetapi di hati mereka tersimpan banyak kebohongan yang membuat keadaan semakin kacau.
Pada Puisi Rayap bagian 2, penyair masih menggunakan kata-kata sederhana untuk mengungkapkan gagasannya. Dalam bagian tersebut, penyair seolah membicarakan dirinya sendiri, tetapi sebenarnya bermaksud menyindir pembaca yang selalu berbuat kerusakan pada diri sendiri, dan kemudian tidak mengetahui jalan keluar dari masalah yang ditimbulkan sendiri.
Pada Puisi Rayap bagian 3, penyair mengungkapkan bahwa orang yang emosional membuat keadaan semakin kacau. Pada bagian ini penyair banyak menggunakan kata-kata kolokial yang mudah dipahami. Di dalamnya terdapat beberapa istilah dalam bahasa jawa. Hal itu membuat puisi lebih bervariasi dan menarik. Kata-kata tersebut antara lain: “sampeyan”, “gampang”, dan “kenceng”.
Pada bagian keempat, penyair mengungkapkan gagasan tentang nafsu dan ambisi dunia yang akan membuat hidup tidak nyaman. Pada bagian ini, kata-kata kolokial masih dijumpai sehingga mempermudah pembaca dalam memahami. Secara garis besar, Puisi Rayap menggunakan kata-kata yang tidak baku yang bisa digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Berikut ini merupakan identifikasi kata-kata yang digunakan dalam puisi berjudul Puisi Rayap.

Jenis Kata
Nomina
Verba
Adjektiva
Kata Tugas
Numeralia
badan
ditunda
berantakan
atau
tidak seberapa
kita
dibereskan
serabutan
karena
terlalu besar
jiwa
bersumpah
ruwet
ini

hati
digerogoti
buntu
sementara

bangunan
tambal
absurd
agak

rumah
membuat
susah
di

tiang
mengatasi
besar
dan

kayu
menunggu
kerdil
meskipun

rayap
selesai
takabur
tetapi

diri
melulu
rajin
kemudian

tembolok
nabrak
megah
kalau

bocoran
berlaku
keropos
maka

tempat
dipatahkan
susah
ke

soal
dipecah
tegang
untuk

irama
menjelma
kenceng
dalam

pembusukan
ditusuk
berantakan


sampeyan
dilukai
lentur


besi
menguap
gampang


batu
dibendung
benar


pegas
cobalah
baik


air
disedot



api
jadilah



ia
disadap



cair
menelusuri



udara
mengubah



gelombang
menentramkan



cahaya
merndahkan



kegelapan
memadamkan



saudara
merohaniahkan



kepribadian
memanggil



engkau
bergabung



mereka
suka



kemesraan
bocor



ambisi
membenturkan



dunia




nafsu




37
35
20
15
2

Dari tabel di atas terlihat bahwa kata benda (nomina) dan kata kerja (verba) lebih banyak digunakan dalam puisi. Nomina yang digunakan merupakan kata-kata yang kongkret dan sederhana. Kata-kata benda tersebut mengacu pada benda dan manusia yang menunjukkan kualitas moral yang dilakukan manusia. Verba intransiif lebih banyak digunakan penyair, makna verba tersebut mengarah pada tindakan.
Adjektiva, tugas, dan numeralia juga digunakan dalam puisi tersebut. Adjektiva mengarah pada sesuatu yang bersifat fisik, emotif, visual, dan psikis. Numeralia jarang digunakan dan bersifat tidak tentu. Penggunaan kata tugas dalam puisi ini berfungsi sebagai penguatan kejelasan antarkata.



b.      Denotasi dan Konotasi
1)      Bagian 1
Klausa “Badan kita terlalu besar” secara denotaif dapat diartikan sebagai tubuh yang gemuk, tetapi secara konotatif klausa tersebut bermakna “Bangsa Indonesia yang besar”. Klausa “Sementara jiwa kita agak kerdil”, secara konseptual bermakna jiwa yang kecil, secara konotasi dapat bermakna “penakut”. Klausa “suka amat kita ini omong kosong” secara denotasi bermakna senang mengatakan hal-hal yang tidak berarti, makna secara konotasi diartikan gemar melakukan hal-hal yang tidak berguna. Frasa “besar kepala” secara denotasi bermakna “kapala yang besar”, sedangkan secara konotasi bermakna “sombong”. Klausa “ilmu kita tidak seberapa” bermakna denotasi “ilmu yang sedikit”, namun secara konotatif bermakna “bodoh”. Sementara itu, klausa “hati kita takabur” dimaknai secara konotatif sebagai hati yang sombong, namun secara konotatif bermakna “orang yang suka pamer”.
Puisi Puisi Rayap apabila diparafrasekan adalah keadaan bangsa Indonesia yang besar telah berantakan, mungkin karena rakyatnya penakut tetapi senang malakukan hal-hal yang tidak bermanfaat, suka menyombongkan ilmu yang dangkal dan sering melakukan sumpah jabatan, tetapi tidak pernah amanah dalam menjalankan jabatan.
2)      Bagian 2
Klausa “jadi sekarang bangunan rumah kita megah tapi kropos” secara denotasi bermakna tempat tinggal yang tampaknya megah ternyata tidak kuat. Secara konotasi klausa tersebut dapat bermakna “Negara yang kaya sumber daya alam tetapi rakyatnya masih banyak hidup dalam kemiskinan”. Klausa “tiang dan kayu-kayunya digerogoti rayap” bermakna denotaif serangga yang memakan dan merusak kayu. Makna secara konotasi berupa kekayaan Negara yang idealnya mampu menopang perekonomian rakyat,  tetapi malah dikuasai orang lain. Klausa “dan rayap-rayap itu tidak lain adalah diri kita sendiri” bermakna konotasi kita adalah perampas kekayaan. Frasa “temboknya bocor-bocor” bermakna konotasi pertahanan yang dibangun sudah tidak aman. “Kita tambal, sambil membuat bocoran di tempat lain” bermakna konotasi bahwa kesalahan yang dilakukan bangsa Indonesia tidak henti-hentinya. Ungkapan “Irama pembusukan selesai” berdenotasi menunggu Puisi Rayaposes pembusukan, sedangkan konotasinya adalah alur kerusakan selesai”.
Dari makna-makna konotasi tersebut dapat disimpulkan bahwa Negara Indonesia yang kaya sumber daya alam sebenarnya miskin. Hal itu disebabkan oleh perampasan hak orang lain oleh sejumlah orang. Orang-orang yang suka mengambil hak orang lain adalah kita sendiri. Setiap kali kita menghentikan hal tersebut, kita justru membuat kesalahan lain sehingga kerusakan semakin besar, dan kita tidak bisa melakukan apa-apa selain menunggu kerusakan itu selesai dengan sendirinya.
3)      Bagian 3
Kata “kenceng” merupakan padanan kata tegang, dalam puisi Puisi Rayap tersebut, ia memiliki makna konotasi keras kepala. Kata “nabrak-nabrak” bermakna konotatif melakukan sesuatu secara tergesa-gesa tanpa mempertimbangkan hal lain. Frasa “berlaku sebagai tangan besi” bermakna konotatif bersifat otoriter. Frasa “sampeyan batu sih” bermakna konotatif keras kepala. Klausa “mestinya sampeyan lentur, pegas” bermakna konotasi fleksibel (dapat menyesuaikan diri). Klausa “air menghibur api, ia menguap” bermakna konotatif berubah bentuk. Klausa “cahaya menelusuri ke mana saja” memiliki makna konotasi tiding pandang bulu.
Makna Puisi Rayap bagian ketiga ini bermakna bahwa sifat egois dan keras kepala tidak akan mengubah keadaan menjadi lebih baik. Sifat keras kepala membuat manusia mudah dipecah-belah. Idealnya bangsa Indonesia mampu bersifat fleksibel dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kejahatan yang menyebabkan kekacauan harus diusut tuntas tanpa pandang bulu.
4)      Bagian 4
Pada bagian 4, makna parafrasa secara keseluruhan kurang lebih sebagai berikut: Manusia hendaknya mengendalikan nafsu duniawi agar hidup mereka tentram dan meninggal pun dapat merasakan kenikmatan surgawi. Hal tersebut dapat dilihat pada frasa “maka engkau memenggil mereka”, “penewaran mereka untuk kembali kepadaMu”, “dan bergabung ke dalam”, dan “kemesraan surgaMu”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar