KEKONTRASTIFAN SINTAKSIS KLAUSA
BAHASA ARAB DAN INDONESIA
Oleh: Dewi Wiwik
Wilaleta (NIM 04201244053)
Kata linguistik berasal dari bahasa latin lingua yang
bermakna bahasa, dan dalam bahasa Prancis berpadanan dengan kata
langue,langage, dalam bahasa Italia berpadanan dengan kata lingua dan dalam
bahasa Spanyol berpadanan dengan kata lengua. Kata linguistik dalam bahas
Inggris ditulis linguistics yang dalam bahasa Prancis ditulis linguistique
karena dalam bahasa Inggris beberapa nama ilmu pengetahuan selalu ditulis dalam
bentuk jamak, misalnya mathematics, phonetics, physics, politics.
Dalam bahasa Arab, linguistik disebut ilmu lughah. Pada
mulanya kata ilmu lughah tidak digunakan dengan makna linguistik atau kajian
bahasa. Kata ilmu lughah pertama kali digunakan oleh Ibnu Khaldun dalam
karyanya “ Al-Muqaddimah” dan dimaksudkan sebagai ilmu ma’ajim atau lexicology.
Menurut Pringgodigdo dan Hasan Sadily, 1977 : (633-634) menjelaskan linguistik adalah “ Penelaahan bahasa secara ilmu pengetahuan. Tujuan utama ialah mempelajari suatu bahasa secara deskriptif. Mempelajari bahasa berdasarkan sejarah atau ilmu perbandingan bahasa berarti mempelajari hubungan suatu bahasa dengan bahasa yang lain.” Dan pengertian yang selaras juga dikemukakan oleh Kridalaksana (1993) dalam kamus linguistik, didefinisikan sebagai ilmu tentang bahasa atau penyelidikan bahasa secara ilmiah.
Menurut Pringgodigdo dan Hasan Sadily, 1977 : (633-634) menjelaskan linguistik adalah “ Penelaahan bahasa secara ilmu pengetahuan. Tujuan utama ialah mempelajari suatu bahasa secara deskriptif. Mempelajari bahasa berdasarkan sejarah atau ilmu perbandingan bahasa berarti mempelajari hubungan suatu bahasa dengan bahasa yang lain.” Dan pengertian yang selaras juga dikemukakan oleh Kridalaksana (1993) dalam kamus linguistik, didefinisikan sebagai ilmu tentang bahasa atau penyelidikan bahasa secara ilmiah.
Ada empat tataran dalam kebahasaan
(linguistik), yaitu fonologi (makhrajul huruf), morfologi (ilmu sharaf),
sintaksis (ilmu nahwu), dan semantic. Fonologi adalah bidang linguistik yang
mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa (Abdul
Chaer :2007). Morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari dan
menganalisis perubahan kata dalam bahasa. sedangkan sintaksis adalah bidang
linguistik yang mempelajari dan menganalisis hubungan kata dengan kata lain,
atau unsur-unsur lain sebagai suatu satuan ujaran. Dan yang terakhir adalah
semantik yang merupakan bidang linguistik yang mempelajari dan menganalisis
makan kata. Sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti
‘dengan’ dan kata tattein yang berarti ‘menempatkan’. Jadi, secara etimologis
istilah itu berarti; Menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata
atau kalimat. Sintaksis sering disebut sebagai tataran kebahasaan terbesar.
Menurut Ramlan (1976), Sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang mengkaji
struktur frase dan kalimat. Hal ini selaras dengan yang dikemukakan Bloch dan
Trager ( dalam Tarigan, 1986) bahwa sintaksis adalah analisis mengenai konstuksi-konstruksi
yang hanya mengikut sertakan bentuk-bentuk bebas.
Dalam pembahasan sintaksis yang biasa dibicarakan adalah (1)
Struktur sintaksis yang mencakup masalah fungsi, kategori dan peran sintaksis,
serta alat-alat yang digunakan dalam membangun struktur itu. (2) Satuan-satuan
sintaksis yang berupa kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Dan (3) hal-hal
lain yang berkenaan dengan sintaksis yang berupa modus, aspek dan sebagainya
(Abdul Chaer : 2007).
Dalam makalah ini, akan dijelaskan mengenai klausa yang
merupakan salah satu tataran dalam sintaksis, dalam bahasa Indonesia dan Arab
yang Insya Allah akan dipaparkan secara terperinci dengan jelas beserta
contoh-contohnya yang tentu dalam bahasa Indonesia dan Arab.
1. Pengertian Klausa dalam Bahasa Indonesia
Klausa merupakan tataran didalam sintaksis yang berada di
atas tataran frase dan di bawah tataran kalimat. Dalam berbagai karya
linguistik mungkin ada perbedaan konsep karena pengunaan teori analisis yang
berbeda. Sebagaimana para ahli saling berbeda dalam mendefinisikan klausa. Di
dalam makalah ini kami akan mencoba menghadirkan beberapa pengertian klausa
menurut para ahli, sebagai penambah wawasan kita:
•
Badudu klausa adalah sebuah kalimat yang merupakan bagian daripada kalimat yang
lebih besar
•
Prof. Drs. M. Ramlan klausa adalah satuan gramatik yang terdiri dari P
(predika), baik disertai oleh S (subjek), O (objek), Pel(aku), dan ket(erangan)
ataupun tidak.
•
Jos Daniel Parere Klausa adalah sebuah kalimat yang memenuhi salah satu pola
dasar kalimat inti dengan dua atau lebih unsur pusat.
•
Kridalaksana Klausa adalah satuan gramatik berupa kelompok kata yang
sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat dan mempunyai potensi untuk
menjadi kalimat.
•
Tarigan Klausa adalah kelompok kata yang hanya mengandung satu predikat (p).
Pada pengertian-pengertian klausa yang dikemukakan para ahli
diatas, kita bisa membandingkan antara satu pengertian dengan pengertian
lainnya. Badudu mengatakan bahwa kalau klausa dilepaskan dari kalimat, maka
bagian yang dipisahkan masih nampak sebagai kalimat. Antara pengertian yang
dikemukakan Ramlan dengan Parere memiliki titik perbedaan. Pada definisi yang
dikemukakan Ramlan jabatan predikat sebagai unsur kalimat sangat menentukan,
sedangkan menurut Parere, kalimat yang dianggap klausa haruslah memenuhi salah
satu dasar pola kalimat inti.
Dengan demikian, satuan melompat bukanlah klausa menurut
Parere tapi, menurut Ramlan merupakan sebuah klausa. Pengertian-pengertian yang
dikemukakan para ahli memang sedikit berbeda namun, kita masih dapat menarik
benang merah dari definisi-definisi diatas, yaitu klausa adalah satuan gramatik
yang bersifar predikatif. Berikut kami sediakan contoh :
• Nenek mandi
Contoh diatas merupakan sebuah kluasa sebab bersifat
predikatif. Namun, akan timbul kembali pertanyaan, kalau begitu apa perbedaan
klausa dengan kalimat? Abdul Chaer dalam bukunya yang berjudul linguistic umum
menjelaskan, bahwa sebuah konstruksi disebut kalimat kalau kepada konstruksi
itu diberikan intonasi final atau intonasi kalimat (Abdul Chaer : 2007).
2. Pengertian Klausa dalam Bahasa Arab
Dalam bahasa Arab istilah klausa kurang dikenal oleh para
pengkaji sintaksis bahasa Arab. Hal tersebut terjadi karena di dalam buku-buku
induk ilmu nahwu sendiri tidak ada istilah khusus mengenai klausa. Di dalam
buku-buku nahwu terdapat tiga istilah kunci yaitu: kalimah, jumlah, dan kalam.
Jumlah dan kalam adalah istilah dalam bahasa Arab yang lazim disepadankan
dengan kalimat dalam bahasa Indonesia,
sedangkan kalimah lazim disepadankan dengan kata.
Namun demikian, Al-Ghalayaini (1984) dalam bukunya yang
berjudul jami’ ad-durus al-lugah arabiyah membedakan istilah jumlah dengan
kalam. Menurutnya jumlah- disebut juga dengan murakkab isnady- adalah konstuksi
yang terdiri dari S (musnad ilaih) dan P (musnad). sedangkan kalam adalah
konstruksi yang terdiri atas S dan P, mengandung makna yang utuh, dan dapat
berdiri sendiri. Dari definisi yang dikemukakan Al-Ghalayani tersebut dapat
diartikan bahwa jumlah memang terdiri dari S dan P, tetapi tidak harus
mengandung makna yang utuh dan tidak harus dapat berdiri sendiri.
Dengan demikian, definisi jumlah yang dikemukakan
Al-Ghalayaini dapat disepadankan dengan klausa. Sedangkan, kalam dipadankan
dengan kalimat.
Definisi yang mengatakan bahwa jumlah adalah konstruksi yang terdiri dari S dan P, tanpa mempersyaratkan keutuhan makna, dapat diterima. Kesimpulan ini didukung oleh adanya istilah atau konsep jumlah shartiyah dan khabar jumlah.
Definisi yang mengatakan bahwa jumlah adalah konstruksi yang terdiri dari S dan P, tanpa mempersyaratkan keutuhan makna, dapat diterima. Kesimpulan ini didukung oleh adanya istilah atau konsep jumlah shartiyah dan khabar jumlah.
Contoh:
•
Jumlah shartiyah
Ø
انّ تحترم الناس يحترموك
Khabar
jumlah
Ø
محمد يسافر ابوه الي مكة
ada
contoh pertama, kalimat يحترموك merupakan sebuah klausa yang konstruksinya
tidak dapat berdiri sendiri, sebab menjadi Jawab Syarti. Dan Pada contoh
kalimat kedua, يسافر ابوه الي مكة merupakan sebuah klausa yang konstruksinya
tidak dapat berdiri sendiri, sebab menjadi khabar dari محمد .
3. Jenis-Jenis Klausa dan Contohnya
Pada pembahasan sebelumnya, Al-Ghalayaini mengindikasikan
klausa dengan jumlah atau murakkab isnady, dengan demikian jenis klausa dalam
bahasa arab ada lima,
jika kita melihat dari pembagian murakkab isnady, yaitu; susunan mubtada’ dan
khabar, fi’il dan fail, isim kana (كان) dan khabar-nya, isim inna (انّ) dan
khabar-nya, dan fi’il majhul dan naib-nya.
namun demikian, kami akan mencoba menyepadankan antara jenis-jenis klausa bahasa Indonesia dengan bahasa Arab.
namun demikian, kami akan mencoba menyepadankan antara jenis-jenis klausa bahasa Indonesia dengan bahasa Arab.
Abdul Chaer dalam bukunya linguistik umum, membagi klausa
menjadi dua yaitu:
a. Berdasarkan struktur
Pembagian klausa berdasarkan struktur terbagi kembali
menjadi dua yaitu:
I. Klausa bebas adalah klausa yang
mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang kurangnya mempunyai S dan P; dan karena
itu mempunyai potensi untuk menjadi kalimat mayor. Contoh : konstruksi Nenekku
masih cantik dan جاء الحقّ kedua contoh ini jika diberi intonasi akhir maka akan
menjadi kalimat mayor.
II. Klausa terikat adalah klausa
yang memiliki struktur tidak lengkap. Unsur yang ada dalam klausa ini mungkin
hanya subjek saja, mungkin hanya objek saja, atau juga hanya berupa keterangan
saja. Oleh karena itu, klausa terikat tidak mempunyai potensi untuk menjadi
kalimat mayor. Contoh: konstruksi tadi pagi yang bisa menjadi kalimat jawaban
untuk kalimat tanya: kapan nenek membaca komik?; تفلح اذن yang merupakan
jawaban pada orang yang berkata ساجتهد.
b. Berdasarkan katergori unsur segmental
yang menjadi predikatnya.
I. Klausa verbal adalah klausa yang
predikatnya berkategori verba; misalnya, klausa الدرس يكتب احمد, dan ahmad mandi.
II. Klausa nominal adalah klausa yang predikatnya
berupa nomina atau prase nominal, misalnya انا طالب dan kakeknya petani di desa
itu
III. Klausa ajektifal adalah klausa yang
predikatnya berkategori ajektifa, baik berupa kata maupun frase. Misalnya : زيد
جميل, dan gedung itu sudah tua sekali
IV. Klausa adverbial adalah klausa yang
predikatnya berupa adverbia. Misalnya, klausa bandelnya teramat sangat.
V. Klausa proposisional adalah klausa
yang predikatnya berupa preposisi. Umpamanya, انا من المكتبة, dan nenek di
kamar mandi.
VI. Klausa numeral adalah klausa yang
predikatnya berupa kata atau frase numeralia. Misalnya, النثر له خمسة انواع,
gajinya lima
juta sebulan; anaknya dua belas orang; dan taksinya delapan buah.
Jika kita perhatikan contoh-contoh diatas yang berbahasa
arab maka, padanan susunan fi’il fail dan fi’il majhul beserta naib-nya
berpadanan dengan klausa verbal, dan susunan mubtada’ khabar berpadanan dengan
klausa nominal, ajektifal, preposisional, dan numeral. Sedangkan susunan isim
inna dan khabar-nya, dan susunan isim kanna dan khabar-nya padanannya sama
dengan padanan mubtada’ khabar, mengingat susunan isim inna dan khabar-nya, dan
isim khanna dan khabar-nya pada mulanya adalah susunan mubtada’ khabar, Hanya disana
terjadi perubahan I’rab..
Untuk sekedar menambah informasi, bahwasanya Ramlan membagi
klausa menjadi tiga jenis, dan yang ketiga ini, ia menggolongkannya pada klausa
berdasarkan ada-tidaknya kata negative yang secara gramatik menegatifkan
predikat. Jadi, Ramlan membaginya menjadi:
•
Klausa Positif adalah klausa yang tidak memiliki kata-kata negative yang secara
gramatik menegatifkan atau mengingkarkan P. contoh: محمد جميل, dan wajahnya
cantik.
•
Klausa Negatif adalah klausa yang memiliki kata-kata negative yang secara
gramatik menegatifkan P. contoh: الكاذب محبوبا ليس, dan wajahnya tidak cantik.
4. Perbandingan antara Klausa Bahasa
Indonesia dengan Bahasa Arab
Al-Ghalayaini mengindikasikan klausa dengan jumlah, yaitu
konstruksi yang terdiri dari musnad ilah (subjek) dan musnad (predikat) yang
belum mengandung makna utuh. Definisi tersebut sejalan dengan definisi klausa
dalam bahasa Indonesia.
Jadi, dilihat dari segi makna, istilah klausa dalam bahasa Indonesia dengan
bahasa Arab adalah sama. Walaupun istilah klausa sendiri tidak di kenal oleh
para pengkaji bahasa Arab.
Dalam bahasa Indonesia
kita mengenal istilah subjek (S) dan predikat (P), dalam bahsasa arab kedua istilah
ini dikenal dengan musnad dan musnad ilaih. Musnad ilaih berpadanan dengan
subjek (S) sedangkan, musnad berpadanan dengan predikat (P).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar