Senin, 12 Desember 2011

Unsur Retorika "Puisi Rayap" karya Emha Ainun Nadjib


Pembahasan tentang retorika berhubungan dengan pemajasan, penyiasatan struktur, dan pencitraan. Berikut kajian retorika yang disajikan per bait dalam puisi Puisi Rayap.

1
Lho gimana sih kok jadinya kayak begini
Berantakan, serabutan, ruwet, buntu, absurd
Susah dirumuskan, apalagi dibereskan
Duh aduh, ini salah awalnya atau gimana
Atau karena badan kita ini terlalu besar
Sementara jiwa kita agak kerdil
Suka amat kita ini omong kosong
Besar kepala, ilmu kita tidak seberapa
Tapi hati kita takabur, takabur, takabur
Kita rajin sekali bersumpah di bawah kitab suci
Tapi diam-diam kita tahu
bahwa itu semua akan kita langgar sendiri

  1. Pemajasan
Pemajasan yang terdapat pada bagian pertama Puisi Rayap adalah simile dan personifikasi. Berikut merupakan bukti pemajasan tersebut.
1)      Simile
Lho gimana sih kok jadinya kayak begini/ Berantakan, serabutan, ruwet, buntu, absurd/ Susah dirumuskan, apalagi dibereskan/

Kata “kayak”merupakan penandanya. Kata tersebut sepadan dengan seperi, bagaikan, umpama, laksana, dan bak yang merupakan kata-kata pembanding dalam simile.

2)      Personifikasi
Sementara jiwa kita agak kerdil/

Kata “kerdil” biasanya digunakan untuk menyebutkan ukuran tubuh manusia, kini digunakan untuk menyebut jiwa manusia. Kata “jiwa” merujuk pada pengertian rohani sehingga munculnya kata tersebut dapat digolongkan kepada bentuk personifikasi.

  1. Penyiasatan Struktur
a)      Paralelisme
Penyiasatan struktur yang terdapat pada bagian pertama Puisi Rayap ini salah satunya adalah paralelisme. Bentuk keparalelan yang ada terletak pada baris kedua dan ketiga. Kata-kata berantakan, serabutan, ruwet, buntu, absurd, susah dirumuskan, apalagi dibereskan membentuk sebuah frasa yang menjelaskan situasi kacau yang diungkapkan penyair, seperti dalam kutipan berikut.
Lho gimana sih kok jadinya kayak begini/Berantakan,serabutan, ruwet, buntu, absurd/ Susah dirumuskan, apalagi dibereskan/

b)      Repetisi
Selain paralelisme, penyiasatan struktur yang ada pada bagian pertama ini adalah repetisi. Pengulangan terdapat pada baris ke sembilan.
Tapi hati kita takabur, takabur, takabur/

Penggunaan kata “takabur” hingga tiga kali bertujuan sebagai penekanan.

c)      Pertanyaan retoris
Penyiasatan struktur dengan pertanyaan retoris dapat dilihat pada baris pertama dan beberapa baris lainnya.
Lho gimana sih kok jadinya kayak begini/ Berantakan, serabutan, ruwet, buntu, absurd/ Susah dirumuskan, apalagi dibereskan/
……………..
Duh aduh, ini salah awalnya atau gimana/

  1. Pencitraan
Pencitraan yang paling banyak digunakan dalam puisi bagian pertama ini adalah citraan penglihatan (visual imagery) yang memberi rangsangan pada indra penglihatan sehingga hal-hal yang tak terlihat seolah-olah dapat dilihat jelas. Selain itu juga terdapat citraan gerak. Citraan penglihatan terdapat pada kutipan berikut ini.
Lho gimana sih kok jadinya kayak begini/Berantakan,serabutan, ruwet, buntu, absurd/ Susah dirumuskan, apalagi dibereskan/




Hal itu juga terdapat pada:
atau karena badan kita ini terlalu besar/

Sedangkan citraan gerak terdapat pada kalimat berikut.
Kita rajin sekali bersumpah di bawah kitab suci/



2
Jadi sekarang bangunan rumah kita megah
Tapi keropos
Tiang kayu-kayunya digerogoti rayap-rayap
Dan rayap-rayap itu tidak lain adalah diri kita sendiri
Temboknya bocor-bocor
Kita tambal, sambil membuat bocoran di tempat lain
Ada yang tahu bagaimana mengatasi
Soal-soal yang bikin sendiri ini?
Kayaknya kita harus menunggu
Irama pembusukan ini selesai

1.      Pemajasan
Pemajasan yang terdapat pada bagian kedua Puisi Rayap adalah metafora dan tautologi. Berikut merupakan bukti pemajasan tersebut.
a)      Metafora
Jadi sekarang bangunan rumah kita megah/ Tapi keropos/ Tiang kayu-kayunya digerogoti rayap-rayap/ Dan rayap-rayap itu tidak lain adalah diri kita sendiri/ Temboknya bocor-bocor/ Kita tambal, sambil membuat bocoran di tempat lain/

Frasa “bangunan rumah kita” adalah metafora dari Negara atau perangkat sistem nilai. Kata “megah” memiliki makna baik secara jasmani, kemudian dikontraskan dengan pernyataan “tapi kropos”. Secara tersirat dapat dimaknai bahwa kebaikan yang ada hanyalah sebuah topeng yang menyembunyikan keburukan di dalamnya.
Ada yang tahu bagaimana mengatasi/ Soal-soal yang bikin sendiri ini?/ Kayaknya kita harus menunggu/ Irama pembusukan ini selesai/

Frasa “soal-soal yang kita bikin sendiri” bermakna kesalahan atau kekeliruan missal yang belum disadari bangsa apalagi untuk diatasi. Kekeliruan itu diumpamakan sebagai “Irama pembusukan”.


b)      Tautologi
Tiang kayu-kayunya digerogoti rayap-rayap/ Dan rayap-rayap itu tidak lain adalah diri kita sendiri/

Kata ulang “rayap-rayap” disampaikan penyair sampai dua kali. Hal itu sebagai bentuk penekanan. Contoh lain pada kalimat:
temboknya bocor-bocor/ kita tambal, sambil membuat bocoran di tempat lain/

2.      Penyiasatan Struktur
d)     Enumerasi
Penyiasatan struktur yang ada dalam bagian puisi adalah enumerasi. Penyiasatan struktur ini digunakan untuk menguatkan suatu keadaan atau pernyataan dan memberikan intensitas pada puisinya. Hal itu terdapat pada kutipan berikut.
Jadi sekarang bangunan rumah kita megah/ Tapi keropos/ Tiang kayu-kayunya digerogoti rayap-rayap/ Dan rayap-rayap itu tidak lain adalah diri kita sendiri/ Temboknya bocor-bocor/ Kita tambal, sambil membuat bocoran di tempat lain/

e)      Pertanyaan retoris
Pertanyaan retoris muncul pada baris ketujuh dan kedelapan dari puisi tersebut. Berikut ini merupakan wujud pertanyaan retoris dalam puisi bait kedua.
Ada yang tahu bagaimana mengatasi/ Soal-soal yang bikin sendiri ini?/


3.      Pencitraan
Citraan yang terdapat pada bagian kedua ini adalah citraan penglihatan dan citraan gerak. Citraan penglihatan mendominasi pada bait ini. Citraan penglihatan dapat dilihat pada kutipan berikut.
Jadi sekarang bangunan rumah kita megah/ Tapi keropos/ Tiang kayu-kayunya digerogoti rayap-rayap/
…………………………….
Temboknya bocor-bocor/ Kita tambal, sambil membuat bocoran di tempat lain/

Citraan gerak terdapat pada kutipan berikut ini.
Tiang kayu-kayunya digerogoti rayap-rayap/ Dan rayap-rayap itu tidak lain adalah diri kita sendiri/ Temboknya bocor-bocor/ Kita tambal, sambil membuat bocoran di tempat lain/ Ada yang tahu bagaimana mengatasi/ soal-soal yang bikin sendiri ini?/ Kayaknya kita harus menunggu/

3
Duh, aduh, kena sampeyan sekarang
Semua jadi susah
Sampeyan sih kenceng melulu
Tegang, nabrak-nabrak
Membentur-benturkan kepala
Duh aduh, semua jadi berantakan
Sampeyan berlaku sebagai besi
Jadi gampang dipatahkan
Sampeyan batu sih, jadi gampang dipecah
Mestinya sampeyan lentur, pegas
Mesipun tetap bisa dibakar
Atau menjelmalah air
Air tak bisa dilukai
Air tak bisa ditusuk
Air menghibur api, ia menguap
Tetapi kemudian cair kembali
Tapi kalau kemudian air dibendung
Cobalah menjelma udara
Kalau udara disedot
Maka jadilah gelombang
Dan kalau gelombang disadap
Maka jadilah ruh
Ruh ke sana ke mari menjadi cahaya
Cahaya menelusuri ke mana saja
Untuk mengubah kegelapan
Kadang-kadang sampeyan sudah benar
Tapi belum baik
Di saat lain, sampeyan sebenarnya sudah baik
Tapi belum benar

1.      Pemajasan
Pemajasan yang terdapat pada bagian ketiga Puisi Rayap adalah metafora dan tautologi. Berikut merupakan bukti pemajasan tersebut.
a)      Simile
Majas simile terdapt pada baris ketujuh. Majas itu dalam puisi bagian ketiga ini ditandai dengan pemakaian kata “sebagai”. Perhatikan kutipan berikut.
Sampeyan berlaku sebagai besi/ Jadi gampang dipatahkan/

b)      Metafora
Pada baris ke-9 sampai ke-11 mengandung majas metafora. Selain itu majas metafora juga terdapat pada baris ke-12, 17 & 18, 19 & 20, dan 21 & 22. Pada baris-baris tersebut terdapat perbandingan tidak langsung.
Sampeyan batu sih, jadi gampang dipecah/ Mestinya sampeyan lentur, pegas/ Atau menjelmalah air/
…………………………………….
Kalau udara disedot/ Maka jadilah gelombang/
Dan kalau gelombang disadap/ Maka jadilah ruh/
Tapi kalau kemudian air dibendung/ Cobalah menjelma udara/


c)      Personifikasi
Majas personifikasi pada bait ini terdapat pada baris ke-13 sampai ke-15. Pada baris tersebut diungkapkan hal-hal yang bersifat seolah-olah seperti manusia.
Air tak bisa dilukai/ Air tak bisa ditusuk/ Air menghibur api, ia menguap/

2.      Penyiasatan Struktur
a)      Repetisi
Salah satu penyiasatan struktur yang terdapat dalam puisi ini adalah repetisi. Repetisi berguna untuk memberikan penekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Repetisi pada bagian ketiga ini terdapat pada baris kedelapan dan sembilan. Selain itu juga terdapat pada baris 1, 3, 7, 9, 10, 26 dan 28. Repetisi tampak pada kata “sampeyan”.
Duh, aduh, kena sampeyan sekarang/ Semua jadi susah/
Sampeyan sih kenceng melulu/ Tegang, nabrak-nabrak/ Membentur-benturkan kepala/
Duh aduh, semua jadi berantakan/ Sampeyan berlaku sebagai besi/ Jadi gampang dipatahkan/ Sampeyan batu sih, jadi gampang dipecah/ Mestinya sampeyan lentur, pegas/ Mesipun tetap bisa dibakar/
………………………
Kalau udara disedot/ Maka jadilah gelombang/ Kadang-kadang sampeyan sudah benar/ Tapi belum baik/
Di saat lain, sampeyan sebenarnya sudah baik/ Tapi belum benar/
………………………
Dan kalau gelombang disadap/ Maka jadilah ruh/ Ruh ke sana ke mari menjadi cahaya/ Cahaya menelusuri ke mana saja/ Untuk mengubah kegelapan/

b)      Anafora
Penyiasatan struktur dengan anaphora terdapat pada baris ke-13 sampai ke-15.
Air tak bisa dilukai/ Air tak bisa ditusuk/ Air menghibur api, ia menguap/

c)      Enumerasi
Duh, aduh, kena sampeyan sekarang/ Semua jadi susah/ Sampeyan sih kenceng melulu/ Tegang, nabrak-nabrak/ Membentur-benturkan kepala/ Duh aduh, semua jadi berantakan/ Sampeyan berlaku sebagai besi/ Jadi gampang dipatahkan/ Sampeyan batu sih, jadi gampang dipecah/ Mestinya sampeyan lentur, pegas/ Mesipun tetap bisa dibakar/ Atau menjelmalah air/ Air tak bisa dilukai/ Air tak bisa ditusuk/ Air menghibur api, ia menguap/ Tetapi kemudian cair kembali/ Tapi kalau kemudian air dibendung/ Cobalah menjelma udara/ Kalau udara disedot/ Maka jadilah gelombang/ Dan kalau gelombang disadap/ Maka jadilah ruh/ Ruh ke sana ke mari menjadi cahaya/ Cahaya menelusuri ke mana saja/ Untuk mengubah kegelapan/ Kadang-kadang sampeyan sudah benar/ Tapi belum baik/ Di saat lain, sampeyan sebenarnya sudah baik/Tapi belum benar/

4.      Pencitraan
Pada bagian ketiga ini, pencitraan hampir sama dengan dua bait sebelumnya. Citraan yang ada pada bagian ini adalah citraan penglihatan dan citraan gerak. Citraan penglihatan dapat dilihat pada baris keenam. Sedangkan citraan gerak dapat dilihat pada baris ke-3, 4, dan 5 serta ke-23 dan 24.
Duh aduh, semua jadi berantakan/ (baris 6)
………….
Sampeyan sih kenceng melulu/ Tegang, nabrak-nabrak/ Membentur benturkan kepala/ Ruh ke sana ke mari menjadi cahaya/ Cahaya menelusuri ke mana saja/
4
Duh aduh, kalau saudara-saudaraku
Pada suatu saat bisa menentramkan jiwanya
Merendahkan nafsu dunianya
Memedamkan api ambisinya
Serta merohaniahkan pribadiannya
Maka engkau memanggil mereka
Untuk kembali kepadaMu
Dan bergabung ke dalam
Kemesraan surgaMu.
a.       Pemajasan
Pemajasan dalam bait keempat ini menggunakan majas metonimia. Majas metonimia dapat ditemukan pada baris ketiga dan keempat seperti berikut.
Duh aduh, kalau saudara-saudaraku/ Pada suatu saat bisa menentramkan jiwanya/ Merendahkan nafsu dunianya/ Memedamkan api ambisinya/
b.      Penyiasatan Struktur
Pada bait keempat puisi Puisi Rayap ini memiliki gaya paralelisme. Paralelisme mensejajarkan beberapa frasa yang menduduki fungsi yang sama.
Duh aduh, kalau saudara-saudaraku/ Pada suatu saat bisa menentramkan jiwanya/ Merendahkan nafsu dunianya/ Memedamkan api ambisinya/ Serta merohaniahkan pribadiannya/
…………………

Maka engkau memanggil mereka/ Untuk kembali kepadaMu
…………………
Dan bergabung ke dalam/ Kemesraan surgaMu/

c.       Pencitraan
Pencitraan yang ada pada bait keempat ini adalah citraan gerak. Hal itu dapat dicermati pada kata-kata yang mengandung unsur gerak.
Duh aduh, kalau saudara-saudaraku/ Pada suatu saat bisa menentramkan jiwanya/ Merendahkan nafsu dunianya/ Memedamkan api ambisinya/ Serta merohaniahkan pribadiannya/ Maka engkau memanggil mereka/ Untuk kembali kepadaMu/Dan bergabung ke dalam/ Kemesraan surgaMu/

Minggu, 11 Desember 2011

Unsur Gramatikal "Puisi Rayap" karya Emha Ainun Nadjib


Unsur gramatikal merujuk kepada pengertian struktur kalimat. Sebuah gagasan dapat diungkapkan ke dalam berbagai bentuk kalimat yang berbeda struktur dan kosa katanya. Unsur-unsur gramatikal yang ada dalam puisi ini antara lain sebagai berikut.
a.       Kompleksitas Kalimat
Kalimat yang terdapat dalam puisi Puisi Rayap ini sacara keseluruhan merupakan kalimat sederhana dengan rata-rata tujuh hingga delapan kata pada tiap kalimatnya. Namun, di dalamnya ada kekompleksan struktur. Struktur yang digunakan penyair sangat beragam. Pada beberapa bagian, ditemukan kalimat majemuk setara dan bertingkat. Di bagian lain juga ditemukan kalimat sederhana. Pada bagian yang lain bahkan ditemukan kalimat yang memiliki fungsi tidak lengkap.
Dilihat dari pemilihan kata (diksi), penyair menggunakan kata-kata yang sudak akrab di telinga pembaca, bahkan beberapa di antaranya merupakan kata-kata yang sering digunakan dalam dialog sehari-hari, misalnya kata berantakan, rayap, dan suka amat. Walaupun demikian, beberapa di antaranya juga terdapat kata-kata yang merupakan bagian dialek dari suatu daerah, misalnya kata sampeyan (merupakan dialek masyarakat Jawa Timur), dan kenceng (sering digunakan oleh masyarakat Jawa pada ummnya). Beberapa istilah yang digunakan dalam puisi ini, misalnya kata takabur, absurd, dan ruh.
Sifat hubungan kalimat yang menonjol adalah hubungan koordinatif. Hal ini dapat dijumpai pada beberapa kalimat di bawah ini.
§  Berantakan, serabutan, ruwet, buntu, absurd, susah dirumuskan, apalagi dibereskan.
§  Suka amat kita ini omong kosong, besar kepala.
§  Tiang dan kayu-kayunya digerogoti rayap-rayap.
§  Mestinya sampeyan lentur, pegas meskipun tetap bisa dibakar.
§  Atau menjelmalah air.
§  Duh, aduh, ini salah awalnya gimana
§  Atau karena badan kita ini terlalu besar sementara jiwa kita agak kerdil

b.      Jenis Kalimat
Jenis kalimat yang banyak digunakan oleh penyair adalah kalimat deklaratif (kalimat yang menyatakan sesuatu). Selain kalimat berjenis deklaratif, penyair juga menggunakan kalimat berjenis lain yang mendukung efek estetis dan puitisnya. Kalimat-kalimat tersebut dapat disimak dalam daftar berikut.

No.
Jenis Kalimat
Jumlah
Kalimat
1.
Deklaratif
19 buah
·         Suka amat kita ini omong kosong, besar kepala.
·         Ilmu kita tidak seberapa tapi hati kita takabur, takabur, takabur.
·         Kita rajin sekali bersumpah di bawah kitab suci tapi diam-diam kita tahu bahwa itu semua akan kita langgar sendiri.
·         Jadi sekarang bangunan rumah kita megah tapi kropos.
·         Tiang dan kayu-kayunya digerogoti rayap-rayap.
·         Rayap-rayap itu tidak lain adalah diri kita sendiri.
·         Temboknya bocor-bocor
·         Kita tambal, sambil membuat bocoran di tempat lain.
·         Kayaknya kita harus menunggu irama pembusukan ini selesai.
·         Semua jadi susah.
·         Tegang, nabrak-nabrak, membentur-benturkan kepala.
·         Sampeyan berlaku sebagai besi jadi gampang dipatahkan.
·         Air tak bisa dilukai.
·         Air tak bisa ditusuk.
·         Air menghibur api, ia menguap tetapi kemudian cair kembali.
·         Ruh ke sana kemari menjadi cahaya.
·         Cahaya menelusuri ke mana saja untuk mengubah kegalapan.
·         Kadang-kadang sampeyan sudah benar tapi belum baik.
·         Di saat lain, sampeyan sebenarnya sudah baik tapi belum benar.
2.
Imperatif
10 buah
·         Du aduh, kena sampeyan sekarang.
·         Sampeyan sih kenceng melulu.
·         Duh aduh, semua jadi berantakan.
·         Sampeyan batu sih, jadi gampang dipecah.
·         Mestinya sampeyan lentur, pegas, meskipun tetap bisa dibakar.
·         Atau menjelmalah air.
·         Tapi kalu kemudian air dibendung cobalah menjelma udara.
·         Kalau udara disedot maka jadilah gelombang.
·         Kalu gelombang disadap maka jadilah Ruh.
·         Duh aduh, kalu saudara-saudaraku pada suatu saat bisa menentramkan jiwanya merendahkan nafsu dunianya memadamkan api ambisinya serta merohaniahkan maka kepribadiannya maka Engkau memanggil mereka menawarkan kepada mereka untuk kembali kepadaMu dan bergabung ke dalam kemesraan surgaMu.
3.
Interogatif
4 buah
·         Lho gimana sih kok jadinya kayak begini, berantakan, serabutan, ruwet, buntu, absurd, susah dirumuskan, apalagi dibereskan.
·         Duh aduh, ini salah awalnya atau gimana.
·         Atau karena badan kita ini terlalu besar sementara jiwa kita agak kerdil.
·         Ada yang tahu bagaimana mengatasi soal-soal yang kita bikin sendiri ini?
4.
Minor
2 buah
·         Tegang, nabrak-nabrak membentur-benturkan kepala.
·         Atau menjelmalah air.

c.                                                                                                                                     Jenis Klausa dan Frasa
Dalam puisi Puisi Rayap terdapat beberapa klausa. Klausa-klausa tersebut antara lain sebagai berikut.

No.
Penggalan Puisi
1.
lho gimana sih
2.
jadinya kayak begini
3.
ini salah awalnya
4.
badan kita ini terlalu besar
5.
jiwa kita agak kerdil
6.
suka amat kita ini omong kosong
7.
ilmu kita tidak seberapa
8.
hati kita takabur
9.
kita rajin sekali bersumpah di bawah kitab suci
10.
itu semua akan kita langgar sendiri
11.
sekarang bangunan rumah kita megah
12.
bangunan rumah kita keropos
13.
tiang kayu-kayunya digerogoti rayap-rayap
14.
rayap-rayap itu tidak lain adalah diri kita sendiri
15.
temboknya bocor-bocor
16.
kita tambal
17.
kita membuat bocoran di tempat lain
18.
kita bikin sendiri ini
19.
kita harus menunggu irama irama pembusukan ini selasai
20.
kena sampeyan sekarang
21.
semua jadi susah
22.
sampeyan kenceng melulu
23.
sampeyan tegang
24.
sampeyan nabrak-nabrak
25.
sampeyan membentur-benturkan kepala
26.
semua jadi berantakan
27.
sampeyan berlaku sebagai besi
28.
sampeyan gampang dipatahkan
29.
sampeyan batu
30.
sampeyan gampang dipecah
31.
sampeyan lentur
32.
sampeyan pegas
33.
pegas tetap bisa dibakar
34.
sampeyan menjelmalah air
35.
air tak bisa dilukai
36.
air tak bisa ditusuk
37.
air menghibur api
38.
ia menguap
39.
ia cair kembali
40.
air dibendung
41.
sampeyan menjelma udara
42.
udara disedot
43.
sampeyan jadilah gelombang
44.
gelombang disadap
45.
sampeyan jadilah ruh
46.
ruh ke sana kemari
47.
ruh menjadi cahaya
48.
cahaya menelusuri ke mana saja untuk mengubah kegelapan
49.
sampeyan sudah benar
50.
sampeyan belum baik
51.
sampeyan sebenarnya sudah baik
52.
sampeyan belum benar
53.
menentramkan jiwanya
54.
saudara-saudaraku pada suatu saat bisa merendahkan nafsu dunianya
56.
saudara-saudaraku pada suatu saat bisa memedamkan api ambisinya
57.
saudara-saudaraku pada suatu saat bisa merohaniahkan kepribadiannya
58.
Engkau memanggil mereka
59.
Engkau menawarkan kepada mereka untuk kembali kepadaMu

Puisi ini juga memiliki banyak frasa. Frasa-frasa yang teridentifikasi dalam puisi Puisi Rayap ini antara lain sebagai berikut.

No.
Frasa
Jenis Frasa
1.
kayak begini
Frasa Nominal
2.
susah dirumuskan
Frasa Verbal
3.
apalagi dibereskan
Frasa Verbal
4.
salah awalnya
Frasa Nominal
5.
badan kita
Frasa Nominal
6.
terlalu besar
Frasa Adjektival
7.
jiwa kita
Frasa Nominal
8.
agak kerdil
Frasa Adjektival
9.
suka amat
Frasa Adjektival
10.
kita ini
Frasa Nominal
11.
ilmu kita
Frasa Nominal
12.
tidak seberapa
Frasa Numeral
13.
hati kita
Frasa Nominal
14.
rajin sekali
Frasa Adjektival
15.
di bawah kitab suci
Frasa Preposisional
16.
itu semua
Frasa Numeral
17.
akan dilanggar
Frasa Verbal
18.
kita sendiri
Frasa Nominal
19.
bangunan rumah kita
Frasa Nominal
20.
tiang dan kayunya
Frasa Nominal
21.
rayap-rayap itu
Frasa Nominal
22.
tidak lain
Frasa Nominal
23.
diri kita sendiri
Frasa Nominal
24.
temboknya
Frasa Nominal
25.
sambil membuat
Frasa Verbal
26.
di tempat lain
Frasa Preposisional
27.
ada yang tahu
Frasa Verbal
28.
soal-soal yang kita bikin sendiri
Frasa Nominal
29.
harus menunggu
Frasa Verbal
30.
kenceng melulu
Frasa Verbal
31.
gampang dipatahkan
Frasa Verbal
32.
gampang dipecah
Frasa Verbal
33.
lentur, pegas
Frasa Adjektival
34.
tetap bisa dibakar
Frasa Verbal
35.
tak bisa dilukai
Frasa Verbal
36.
ke sana kemari
Frasa Preposisional
37.
ke mana saja
Frasa Preposisional
38.
sudah benar
Frasa Adjektival
39.
belum baik
Frasa Adjektival
40.
di saat lain
Frasa Preposisional
41.
sudah baik
Frasa Adjektival
42.
belum benar
Frasa Adjektival
43.
saudara-saudaraku
Frasa Nominal
44.
pada suatu saat
Frasa Preposisional
45.
bisa menentramkan
Frasa Verbal
46.
jiwanya
Frasa Nominal
47.
nafsu dunianya
Frasa Nominal
48.
kepribadiannya
Frasa Nominal
49.
kepada mereka
Frasa Preposisional
50.
untuk kembali kepadamu
Frasa Konjungsional

Perbandingan yang didapat dari 2 tabel di atas adalah 59 klausa dan 50 frasa. Klausa yang paling dominant adalah klausa nominal dengan jumlah 19 buah. Selebihnya terdapat klausa verbal, adjektival, preposisional, dan numeral. Efek yang timbul dari pemakaian frasa nominal lebih dominant adalah semakin banyaknya lambang atau simbol metafora yang muncul baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pemilihan kata tampak alami, bersahaja, dan mudah dipahami, walaupun unsur kemetaforaan masih kental. Bait pertama dan kedua relative memiliki tujuan dan makna yang sama. Hanya saja, di bait kedua “Sang rayap” dimunculkan. Pada bait tersebut tersirat makna mawas diri dan menyadari rentetan tindakan yang perlu dibenahi dari diri sendiri.